Sabtu 20 Jul 2019 13:00 WIB

Menyegerakan Haji

Barangsiapa ingin menunaikan haji, maka hendaklah melakukannya dengan segera.

Muhammad Hafil/Wartawan Republika.co.id
Foto: Dok Pri
Muhammad Hafil/Wartawan Republika.co.id

IHRAM.CO.ID, Oleh Muhammad Hafil, dari Makkah, Arab Saudi

Baca Juga

Sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA menyebutkan, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang ingin menunaikan haji, maka hendaklah menyegerakannya." (HR Daud - At Targhib).

Maulana Muhammad Zakariya, seorang pakar hadist dari India menjelaskan, hadist ini menganjurkan agar haji ditunaikan secepat mungkin setelah mempunyai niat yang ikhlas untuknya.

Beliau mengutip hadist lainnya yang berbunyi, "Barangsiapa ingin menunaikan haji, maka hendaklah melakukannya dengan segera, karena mungkin saja penyakit akan menimpanya atau beberapa keperluan lain akan menghalangi kepergiannya."

Beliau menyatakan, dengan berbagai hadist yang diungkapkan tersebut, para imam-imam fikih berpendapat bahwa haji hendaknya dilakukan pada kesempatan pertama setelah seseorang berkewajiban menunaikannya. Apabila ia menangguhkannya, maka ia berdosa.

Pendapat Maulana Zakariya itu memberikan pesan kepada kita agar bagi yang sudah mampu agar menyegerakan untuk berhaji. Masalahnya, selama 10 tahun terakhir ini, di Indonesia seseorang yang ingin berhaji menunggu antrian yang tidak sebentar.

Hingga 2008, orang yang ingin berhaji bisa segera mendaftar dan bisa berangkat tahun depan. Tetapi, sejak 2009 sejumlah bank membuat program  'membayari' lebih dulu setoran awal penfaftaran untuk mendapat kuota antrian. Setelah itu, masyarakat bisa membayarnya ke bank secara bertahap. Meski belakangan program itu dihapuskan karena berdampak pada antrian pendaftar yang semakin panjang.

Namun, inilah yang menyebabkan masyarakat berbondong-bondong mendaftarkan haji. Sehingga, sejak 2009 itu dimulailah periode antrian panjang untuk bergi haji. Paling minimal waktu itu masa antrian berlangsung empat tahun berangkat setelah mendaftar.

Akhirnya, pada 2019 Kemenag merilis daftar antrian rata-rata berangkat haji dari 33 provinsi di Indonesia. Orang yang masuk antrian ini adalah orang yang sudah membayar setoran awal di bank penerima setoran.

Dari 33 provinsi, daftar antrian paling panjang ada di Sulawesi Selatan yang rata-rata antriannya mencapai 39 tahun. Sedangkan yang terendah ada di Gorontalo, Maluku, dan Sulawesi Utara di angka 11 tahun. Adapun rata-rata nasional antrian di angka 18 tahun.

Sekarang kita bayangkan, dengan antrian yang panjang ini, jika kita mendaftar di usia 50 tahun dan kita pakai patokan rata-rata antrian nasional selama 18 tahun, maka kita berangkat di usia 68 tahun. Sedangkan jika kita menunggu masa pensiun di usia 55 tahun, maka kita akan berangkat di usia 73 tahun.  Sementara, sebagaimana kita ketahui, haji adalah ibadah yang penuh dengan pergerakan fisik.

Solusinya adalah, jika kita sudah tergolong mampu untuk berhaji, maka segeralah mendaftar saat ini di usia kita yang masih sangat produktif. Misalnya, jika usia kita sekarang 30 tahun dan mendaftar, maka ada kemungkinan kita berangkat di usia 48 tahun. Usia ini relatif masih aman untuk melakukan ibadah haji.

Apa kategori kita mampu? Saya pernah mendapat penjelasan dari seorang cendekiawan. Di mana, dia menyebutkan jika kita memiliki uang senilai biaya pendaftaran haji dan tidak kita keluarkan selama satu tahun, maka itu sudah terhitung mampu untuk membayar setoran awal haji.

Lalu, ada komentar yang menyebut bagaimana kalau kita sudah menyetor uang pendaftaran, tetapi karena antrian yang lama kita meninggal atau ada halangan lain? Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, disebutkan “Sesungguhnya Allah mencatat berbagai kejelekan dan kebaikan lalu Dia menjelaskannya. Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan kebaikan lantas tidak bisa terlaksana, maka Allah catat baginya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia bertekad lantas bisa ia penuhi dengan melakukannya, maka Allah mencatat baginya 10 kebaikan hingga 700 kali lipatnya sampai lipatan yang banyak.”

Sementara,Sa’id bin Al Musayyib, seorang ulama yang termasuk golongan tabi'in berkata, “Barangsiapa bertekad melaksanakan shalat, puasa, haji, umrah atau berjihad, lantas ia terhalangi melakukannya, maka Allah akan mencatat apa yang ia niatkan.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement