IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Setiap jamaah haji Indonesia diminta memerhatikan aspek kesehatan. Mereka diharapkan berangkat ke Tanah Suci dalam keadaan sehat walafiat. Demikian pula ketika nanti kembali ke Tanah Air setelah menunaikan rukun Islam kelima. Hal itu disampaikan direktur utama Rumah Sakit Haji Jakarta dr Syarief Hasan Luthfie.
Menurut dia, pembuatan regulasi terkait istithaah jamaah haji harus terintegrasi antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan kementerian/lembaga terkait lainnya.
"Jamaah diharapkan berangkat sehat pulang sehat dan tidak sampai menjadi beban negara, sehingga regulasi-regulasi yang berhubungan dengan pasien jamaah haji ini jangan mentok di satu kementerian saja. Ini harus komprehensif," ujar Syarief kepada Ihram.co.id, Rabu (24/7).
Dalam penyelenggarakan ibadah haji, Kementerian Agama bertindak sebagai eksekutor, sedangkan Kementerian Kesehatan membuat regulasi kesehatan.
Dalam membuat kebijakan, lanjut Syarief, dua kementerian tersebut diharapkan terintegrasi dengan kementerian lainnya, seperti dengan Kementerian Perhubungan, Keimigrasian, dan Kementrian Luar Negeri.
"Kan berangkat haji ini subyeknya jamaah haji, dan berkaitan dengan fisik. Sehingga dari sisi ini harus semua mempunyai suara yang sama," ucapnya.
Perlu Regulasi Spesifik
Pemerintah sendiri telah mengeluarkan Permenkes RI No. 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jamaah Haji. Kemampuan (istitha’ah) secara fisik menjadi syarat boleh atau tidaknya seorang calon jamaah haji untuk berangkat ke Tanah Suci.
Direktur Utama Rumah Sakit Haji Jakarta, dr. Syarief Hasan Luthfie (SHL) saat menjadi pembicara dalam acara seminar Temu Ilmiah Nasional II Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia di Puspitek Serpong, Tangerang Selatan, Sabtu (20/7). n
Sebelum berangkat, calon jamaah harus melaksanakan pemeriksaan kesehatan hingga tiga kali tahapan. Berdasarkan proses tahapan itulah, istithaah menjadi penentu jamaah tersebut laik atau tidak untuk berangkat ke Tanah Suci.
Bagaimanapun, menurut Syarief, dalam proses pemeriksaan kesehatan itu calon jamaah haji masih disamakan dengan orang yang ingin memeriksa kesehatan lantaran sakit. Akibatnya, tiap mereka dapat mengantre sekitar lima jam lamanya.
"Selama ini regulasinya disamakan dengan pelayanan kuratif lainnya, kayak orang mau berobat. Padahal, orang naik haji mempunyai keunikan. Ini bukan untuk berobat, tapi untuk berangkat haji," tutur dia.
Karena itu, tambah dia, ke depannya perlu dibuat regulasi yang lebih spesifik agar jamaah haji mempunyai pintu khusus dalam melaksanakan proses istithaah.
"Jadi harus dibedakan pintu masuknya orang haji, bukan untuk orang sakit," tutupnya.