Kamis 01 Aug 2019 06:48 WIB

Dari Tava Ciger di Turki Hingga Sate Kere di Solo

Tava Ciger bagi orang Solo aneh, Tapi Sate Kere bagi orang Turki aneh.

Salah satu variasi roti pide. Di restoran kota Istanbul, Turki, roti pide biasanya disajikan setelah sup.
Foto: Republika/Arif Supriyono
Salah satu variasi roti pide. Di restoran kota Istanbul, Turki, roti pide biasanya disajikan setelah sup.

Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Traveller dan Penulis Buku

Ada salah satu tayangan di channel TLC yang berjudul “Bizzare Foods” dengan host Andrew Zimmern. Ceritanya si Andrew ini berkeliling dunia untuk mencicipi makanan makanan-makanan aneh.

Definisi makanan aneh ini tidak bisa digeneralisir. Karena aneh bagi seseorang, bisa jadi biasa saja untuk yang lain.

Seperti aneka olahan kepala kambing dan jerohannya yang saya tulis kemarin. Mungkin bagi sebagian orang, makanan itu terlihat “enggak banget”. Tapi bagi yang lain, itu makanan istimewa.

Tak hanya sekali dua kali saya menjumpai makanan “istimewa” seperti ini saat melakukan perjalanan menyusuri bumi Allah yang luas.

Di Edirne, Turki, kota tempat kelahiran Sultan Muhammad Al Fatih Sang Pembebas Konstantinopel, saya diajak Nalan Oztrak Hasimoglu menyicipi signature dish kota tersebut.

Usai salat Dzuhur, kita menikmati makan siang di salah satu restoran yang menyajikan hidangan khas Edirne yang sangat terkenal: Hati sapi goreng atau tava ciger dalam bahasa Turki.

Sebelumnya, Nalan memastikan apakah saya dan Lambang mau makan hati sapi? Kalau tidak kita bisa memilih menu yang lebih “aman”, yakni olahan daging sapi.

Dengan cepat saya menganggukkan kepala. Ah, andai saja ia tahu, kalau orang Solo memakan semua bagian dari tubuh sapi. Jangankan hati, otak dan mata pun dimakan!

Tava ciger ini berupa potongan hati sapi yang diiris tipis memanjang, lalu dibumbui tepung sebelum digoreng kering.

Istimewanya, minyak yang digunakan untuk menggoreng adalah minyak bunga matahari. Mungkin ini salah satu rahasianya.

Masakan ini beraroma khas, tak ada jejak bau amis seperti yang sering muncul dari olahan hati sapi.

Hidangan ini biasanya disajikan dengan cabai hijau besar, yang juga digoreng kering. Lalu ditambahkan condiment berupa sepiring yoghurt dan salad bawang merah.

Saya sangat suka salad bawang merah ini. Dan menjadi condiment favorit selama melakukan perjalanan ke Turki. Selain tomatnya yang sangat manis dan segar.

Dalam satu porsi ada sekitar 10-15 potong tava ciger. Sangat mengenyangkan. Harganya per porsinya sekitar 10 TL (Rp35.000).

Rasanya… hhmmm, lumer di lidah.

photo

Trakya Gezi: Sepiring tava ciger yang lumer di lidah.

Aslinya, hidangan ini disajikan dengan roti panas. Namun karena kita dari Indonesia, Nalan sengaja memesankannya dengan nasi.

Saya sempat protes perkara nasi ini. Mengapa semua makanan disajikan dengan nasi? ” I hear Indonesian eat rice everytime,” jawabnya dengan mimik lucu.

Olahan berbahan hati sapi ini juga sangat familier di kota kelahiran saya, Solo. Bukan digoreng dengan tepung seperti tava ciger, melainkan dibuat sambal goreng ati.

Sambal goreng ati termasuk hidangan istimewa. Disajikan sebagai bagian dari menu untuk hajatan. Atau isi arem-arem.

Selain itu, hati sapi juga diolah menjadi sate. Dikenal dengan sebutan sate kere. Disebut sate kere alias satenya orang miskin, mungkin karena bahan yang digunakan bukan daging sapi, melainkan jerohannya.

Dalam satu artikel saya pernah membaca, olahan jerohan sapi atau kambing ini merupakan bentuk kearifan lokal.

photo

Sate kere yang berbahan jerohan sapi. Salah satu makanan legendaris dari kota Solo.

Konon pada masa kolonial, daging adalah makanan para bangsawan atau orang-orang Belanda. Sedang jerohan dan bagian lain yang hendak dibuang diberikan pada penduduk pribumi.

Dengan sedikit kreativitas, jadilah hidangan yang tak kalah lezat. Meski belakangan baru ketahuan, kalau makanan seperti ini sangat tidak direkomendasikan untuk kesehatan. Apa daya, sudah terlanjur menjadi tradisi.

Suatu kali saat saya masih bisa menikmati jerohan sapi dan teman-temannya, pernah kebagian sate hati sapi yang sangat pahit rasanya.

“Ini kenapa sate hatinya pahit sekali?” Protes saya.

“Mungkin dulu semasa hidupnya, sapi ini selalu suudzon dan iri hati,” jawab adik saya lempeng sambil tetap menikmati satenya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement