IHRAM.CO.ID, JAKARTA— Aspek ibadah dengan kesehatan seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan dalam penyelenggaraan haji. Dengan kondisi kesehatan prima ibadah dapat dijalankan dengan sempurna.
"Maka menjadi penting untuk memadukan antara kekhusyuan ibadah dengan kesehatan yang prima dari jamaah haji," kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, Eka Jusup Singka, kepada Republika.co.id, Rabu (21/8).
Eka menuturkan hal itu juga telah disampaikannya, dalam kegiatan dakwah kesehatan haji yang diinisiasi Sektor 9 Daker Makkah, pada Senin (19/8) siang waktu setempat.
Eka menuturkan, dakwah kesehatan haji kali ini dihadiri oleh seluruh petugas haji, ketua rombongan (Karom), dan ketua regu (Karu) dari kloter yang ada di Sektor 9.
Pada acara yang digelar di Hotel 912 di Rei Bakhsy, Makkah, hadir Tim Asistensi Kesehatan Haji, Kepala Pusat Kesehatan Haji (Kapuskeshaji) Kemenkes, Ketua Sektor 9 dan Kepala Bidang Bina Petugas Haji Arab Saudi.
Eka menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah bekerja dalam pelaksanaan ibadah haji. Sehingga saat ini pelayanan terhadap jamaah secara komprehensif dinilai semakin baik.
"Terima kasih kepada Kemenag dan MUI yang sudah melihat ibadah haji itu komprehensif. Sudah melihat semua aspek," ujar Eka, sebagai salah satu narasumber di acara tersebut.
Eka menuturkan, disadari bersama, perlu adanya sinergi yang harmonis antara petugas kesehatan, pembimbing ibadah, dan petugas layanan umum lainnya untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada jemaah haji Indonesia.
"Sampaikan ke jamaah haji, haji adalah Arafah. Selesai Armuzna, haji selesai, keluarga menunggu. Jadi dua, hajinya dapat dan kembali ke keluarga dalam keadaan sehat," kata Eka.
Ketua Tim Asistensi Kesehatan Haji, Siswanto, menekankan pentingnya penguatan kapasitas di kloter. Pondokan menjadi tempat kedua terbanyak wafatnya jemaah haji. Dia berharap pasca-Armuzna angka kematian tidak lagi melonjak dan jemaah haji bisa tetap sehat.
Bagaimanapun pelayanan kesehatan haji tolok ukurnya ialah jumlah kesakitan dan kematian. Meskipun kematian merupakan sebuah takdir, namun harus ada upaya pencegahan dan pengobatan sebelumnya. Ada upaya promotif preventif yang terintegrasi dari semua petugas kloter.
"Promotif preventif antara TKHI dan pembimbing ibadah harus edukasi bersama. Ini urusan semua petugas, tidak hanya TKHI atau TPP, termasuk karu dan karom," kata Siswanto.
Kepada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), Siswanto minta ada upaya mitigasi. Mitigasi yang dimaksud ialah melakukan identifikasi jemaah yang berisiko tinggi (risti). "Kelompok risti ini sebaiknya mengurangi frekuensi ibadah-ibadah sunnah atau aktivitas yang kurang perlu dan menguras tenaga," katanya.