Jumat 06 Sep 2019 04:33 WIB

Negeri Para Syuhada: Sisilia (Bukan) Negeri Mafia

Selama lebih dari 200 tahun Daulah Aghlabiyah memerintah Sisilia

Masjid di Sicilia
Foto: Wikipedia
Masjid di Sicilia

Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis dan traveller.

“Where’s Michael? Where’s Michael?” ucap Vito Corleone mencari anak kesayangannya.

Sepotong adegan itu dianggap paling epic di film Godfather yang dibintangi Marlon Brando dan Al Pacino.

Film yang bercerita tentang klan keluarga mafia dari Sisilia, Italia. Saking larisnya, film itu bahkan dibuat sampai tiga seri. Dan menancapkan memori kuat: Sisilia adalah negeri para mafia.

Segala kejahatan ada di sana. Pembunuh bayaran. Bandar narkoba dan alkohol. Penguasa perjudian kelas dunia. Mafia Sisilia yang juga dikenal dengan nama Cosa Nostra ini lalu menyebar ke seluruh dunia.

Cobalah berkenalan dengan seseorang yang menyebut dirinya berasal dari Sisilia, maka yang muncul adalah rasa ngeri. “Apakah dia seorang mafia?”

Tahukah bahwa Sisilia pernah menjadi bagian dari daulah Islam yang sangat luar biasa? Selama lebih dari 200 tahun Daulah Aghlabiyah memerintah negeri ini.

Daulah Aghlabiyah awalnya adalah bagian dari Daulah Abbasiyah, yang akhirnya mendapat otonomi sendiri. Wilayahnya meliputi Tunisia, Aljazair, dan beberapa wilayah di Afrika Utara hingga kepulauan Sisilia.

“Setidaknya ada 300 masjid berdiri di negeri itu. Sebuah universitas Islam bernama University of Balerm menjadi pusat keilmuwan. Sisilia adalah pusat peradaban Islam di Eropa setelah Cordoba,” tulis geografer Muslim Ibn Hawqal dalam kitabnya “Al Masalik wal Mamlik”. Ia berada di Sisilia pada 972 M.

photo
Buku tentang peninggalan Muslim di Sicilia

Bahasa Arab digunakan sebagai bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari. Oleh penduduknya yang beragama Islam dan Nasrani.

Bahkan setelah negeri ini lepas dari Daulah Islam. Salah seorang rajanya yang bernama Frederick II (1194-1250) masih menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di kerajaannya. Menjalankan hukum yang banyak diadopsi dari hukum Islam.

Tak hanya universitas. Ratusan madrasah juga didirikan. Para bangsawan Eropa banyak dikirim untuk menuntut ilmu di negeri itu.

Ibn Jubair, seorang penjelajah Muslim mengungkapkan, “Sisilia adalah negeri metropolis yang mengombinasikan kemuliaan dan kekayaan. Kota kuno yang sangat elegan.”

Pertanian berkembang pesat. Para sarjana Muslim mengenalkan teknik baru dengan menanam varietas bibit unggul. Sehingga hasil panen berlimpah dan laku di pasaran Eropa.

Sistem irigasi yang tertata rapi menjadi andalan penduduk negeri. Salah satu hasil pertanian Sisilia yang masih masyhur hingga saat ini adalah buah jeruk.

Tak hanya pertanian. Industri kerajinan seperti kaca dan tekstil yang sangat laku di pasaran dunia juga berkembang di negeri itu. Di akhir abad ke 10, Sisilia adalah produsen utama kain sutra. Tak ayal, dari Sisilia lah munculnya revolusi perdagangan di abad itu.

photo
Masjid tua di Sicilia

Sisilia merupakan jembatan perdagangan Muslim di Timur dan Barat. Komoditas dari Afrika dan Maroko dibawa ke Sisilia untuk diperdagangkan di pasar Eropa. Mereka telah menggunakan mata uang koin emas yang disebut ruba’ya yang nilainya seperempat dinar.

Kehebatan dan kecerdasan orang-orang Sisilia dalam pertempuran juga tercatat dalam sejarah. Pasukan Shalahuddin al Ayyubi pun banyak yang berasal dari negeri itu. Bahkan beberapa diangkat menjadi panglimanya.

Tak kurang, penemu globe Abu Abdullah Muhammad al-Idrisi al-Qurtubi al-Hasani al-Sabti atau yang lebih dikenal sebagai Al-Idrisi, wafat dan dimakamkan di Sisilia.

Beragam suku dan etnis hidup berdampingan dalam harmoni. Arab, Barber, Persia, Tartar, Afrika. Begitupun penganut agama samawi, Muslim, Nasrani, Yahudi. Semua mendapat keadilan yang sama. Gambaran nyata, seperti itulah bila Muslim memimpin suatu negeri.

Saat Islam masih menghujam kuat dalam sanubari, tak ada satupun kekuatan musuh yang bisa mengalahkannya.

Namun, ketika perselisihan-perselisihan kecil mulai dibiarkan. Gesekan sesama umat tak terselesaikan. Nilai-nilai ukhuwah mulai ditinggalkan. Saat itulah pendulum sejarah mulai berubah arah.

Negeri dengan cahaya Islam itu perlahan mulai meredup. Hingga akhirnya kalah dan benar-benar hilang tersapu sejarah.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement