Kamis 12 Sep 2019 11:39 WIB

Biaya Visa Umrah, Pakar: Segera Negosiasi Jika Gagal Boikot

Boikot jamaah umrah bisa dilakukan sebab Indonesia pengirim jamaah umrah terbanyak.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Rabithah Haji Indonesia, Ade Marfuddin.
Ketua Rabithah Haji Indonesia, Ade Marfuddin.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Biaya pengajuan visa umrah dalam bentuk government fee sebesar 300 riyal atau setara Rp 1,1 juta oleh pemerintah Arab Saudi dinilai sebagai upaya komersialisasi ziarah ke tanah suci. 

"Saya menilai ada komersialisasi kunjungan ke Saudi dengan modusnya umrah," kata Ketua Rabithah Haji Indonesia, Ade Marfuddin, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (11/9).

Baca Juga

Ade menilai, kebijakan tersebut justru tidak sesuai dengan Visi 2030 Saudi yang menargetkan jamaah umrah mencapai 30 juta pada 2030 mendatang.

Seharusnya, kata dia, Pemerintah Saudi justru mempermudah jamaah dengan cara bebas biaya visa. Pemerintah Saudi menurutnya bisa menyediakan layanan lain untuk menghasilkan pemasukan bagi negara.

Sebagai negara dengan pengirim jamaah terbesar di Asia Tenggara, Ade menekankan agar Pemerintah Indonesia melakukan diplomasi antarnegara (G2G) dengan Saudi. Menurut dia, sebagai langkah pertama pemerintah bisa melakukan pembicaraan dengan kementerian terkait di Saudi dan asosiasi perusahaan untuk membahas kebijakan ini.

Hal demikian bertujuan untuk meminta keringanan biaya visa umrah kepada Saudi. Sebab, menurutnya, jamaah yang melakukan ibadah umrah ke tanah suci sudah mengeluarkan biaya untuk perjalanan umrah mereka dan pemerintah Saudi juga mendapat keuntungan dari adanya jamaah.

Kalaupun tetap harus membayar biaya tersebut, ia menyarankan agar pemerintah meminta Saudi menurunkan biaya menjadi sebesar 2,5 persen dari total nilai government fee. Hal demikian sebagai bentuk perhatian dari Indonesia terhadap kebijakan Saudi. 

Langkah selanjutnya, dia menyerukan agar Indonesia melakukan boikot dengan tidak mengirim jamaah umrah ke Saudi. 

Ade mengatakan, asosiasi haji dan umrah seharusnya keberatan dengan kebijakan government fee tersebut. Sebab, sebagai rumah Allah, pemerintah Saudi dikatakannya seharusnya menjadi pelayan yang baik bagi tamu-tamu Allah. Dengan demikian, pemerintah Saudi sebaiknya tidak mengenakan beban terlalu besar bagi jamaah. Apalagi, tidak semua jamaah yang berangkat umrah adalah orang yang kaya secara ekonomi.

"Saya menyerukan boikot terhadap Saudi dengan tidak usah mengirim jamaah umrah jika jalur diplomasi tidak disepakati," ujarnya.     

Pemerintah Arab Saudi melalui sebuah dekrit raja pada awal pekan ini menetapkan untuk mencabut kebijakan visa progresif umrah. 

Dengan keputusan ini, Saudi mencabut aturan yang telah berlaku sejak 2016 di mana jamaah yang akan menjalankan ibadah umrah untuk kedua kali atau lebih di tahun sama dikenakan biaya tambahan sebesar 2.000 riyal atau setara Rp 7,6 juta.

Sebagai gantinya, Saudi memberlakukan biaya pengajuan visa umrah dalam bentuk government fee sebesar 300 riyal atau setara Rp 1,1 juta. Biaya ini berlaku bagi setiap jamaah yang hendak mengajukan visa umrah, baik yang pertama maupun ke beberapa kalinya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement