IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menegaskan kesiapannya untuk melakukan sertifikasi halal. Mulai 17 Oktober pekan depan, serfikasi halal akan wajib diimplementasikan sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
BPJPH bersama para pemangku kepentingan terkait telah melakukan berbagai persiapan, mulai dari sumber daya manusia, fasilitas, hingga regulasi. Rancangan peraturan menteri agama (PMA) yang merupakan aturan turunan UU JPH juga sudah disiapkan. "Kami siap dan harus siap," kata Kepala BPJPH Sukoso saat dikonfirmasi Republika mengenai kesiapan menjelang wajib sertifikasi halal, Ahad (6/10).
Wajib sertifikasi halal dilakukan bertahap. Pada tahap awal, wajib sertifikasi halal diutamakan untuk produk makanan dan minuman (mamin). Sukoso menjelaskan, produk makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer sehingga harus diprioritaskan.
BPJPH telah menggelar rapat koordinasi dengan Kementerian Agama pada pekan lalu. Sekretaris BPJPH Muhammad Lutfi Hamid mengatakan, rapat koordinasi dilakukan sebagai persiapan implementasi UU JPH. Rapat juga membahas tentang sosialisasi dan pemahaman masyarakat terhadap kewajiban sertifikasi halal.
Lutfi mengungkapkan, pada awal pekan ini BPJPH akan melakukan uji sahih isi rancangan PMA untuk JPH bersama kementerian dan lembaga terkait. Menurut dia, rancangan PMA untuk JPH sudah lengkap. Namun, BPJPH belum mengetahui pendapat kementerian dan lembaga terkait isi rancangan PMA. "Dari kita (rancangan PMA) sudah lengkap, tapi kita tidak tahu cara pandang kementerian dan lembaga terkait. Oleh karena itu akan dilakukan uji sahih," ujar dia.
Ia menambahkan, rapat koordinasi dengan Kemenag menyepakati sosialisasi pelaksanaan sertifikasi halal harus dilakukan secara masif. Itu diperlukan agar tidak terjadi kegaduhan di tengah masyarakat saat kewajiban sertifikasi halal diberlakukan. Rencananya, kementerian dan lembaga terkait ikut menyosialisasikan pelaksanaan UU JPH.
Sekretaris Jenderal Kemenag Nurkholis Setiawan menyampaikan, rapat koordinasi digelar untuk memastikan kesiapan pemerintah melaksanakan amanat UU JPH. Bentuk dari kesiapan itu salah satunya berupa sinergitas antarkementerian dan lembaga terkait.
"Tugas layanan jaminan produk halal bukan semata-mata tugas BPJPH atau Kemenag, melainkan juga tugas bersama seluruh kementerian, lembaga, dan instansi terkait yang disebut secara langsung di UU maupun PP," kata Nurkholis.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Bambang Adi Winarso menekankan, kewajiban sertifikasi halal dilakukan secara bertahap. Adi menyampaikan, produk yang belum bersertifikat halal pada 17 Oktober 2019 diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri setelah berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga.
Berdasarkan Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2019, ungkap Adi, biaya sertifikasi halal untuk pelaku usaha mikro dan kecil dapat difasilitasi melalui APBN, APBD, perusahaan, lembaga sosial, lembaga keagamaan, asosiasi, atau komunitas.
Direktur Pengembangan Ekonomi Syariah dan Industri Halal Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) Afdhal Aliasar menjelaskan, proses sertifikasi akan dilakukan dengan pentahapan dalam lima tahun ke depan, khususnya untuk makanan dan minuman.
"KNKS akan membantu BPJPH dalam proses pelaksanaaNnya,\" ucap Afdhal.
KNKS, ujar Afdhal, sangat berharap proses sertifikasi halal dapat semakin mudah, transparan, dan akuntabel setelah dilimpahkan kepada BPJPH. Ia juga berharap agar tarif sertifikasi terjangkau untuk pelaku UMKM.
Pihaknya kini sedang menjajaki beberapa model sinergi yang bisa diterapkan untuk memajukan industri halal. Walakin, ia belum bisa menjelaskan lebih lanjut karena masih dalam proses pendalaman. "Hal yang pasti, kami akan sangat mendukung dan mendorong perkembangan sektor produk halal," kata dia.
Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Rachmat Hidayat melihat sertifikasi halal akan menjadi pekerjaan berat bagi BPJPH. Ada lebih dari 1,6 juta pelaku usaha makanan dan minuman belum bersertifikat halal, sedangkan semuanya sudah harus selesai disertifikasi pada 2024. "Belum lagi sektor usaha yang lain. Ada puluhan juta pelaku usaha yang wajib disertifikasi halal," kata Rachmat kepada Republika, belum lama ini.
Rachmat mengatakan, BPJPH harus meningkatkan kecepatan sertifikasi halal. Selain itu, badan perlu menambah jumlah auditor serta jangkauan sertifikasi untuk memenuhi beleid dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang JPH.
Menurut Rachmat, penambahan jumlah auditor halal amat penting dalam pelaksanaan wajib sertifikasi halal. Menilik sejarah sertifikasi halal 30 tahun terakhir, baru ada sekitar 1.500 auditor halal yang menyertifikasi beberapa ribu pelaku usaha. Padahal, saat ini ada puluhan juta pelaku usaha yang harus disertifikasi. "Perlu ada proses menghasilkan auditor puluhan ribu orang dalam waktu singkat untuk mengejar target sertifikasi," tutur Rachmat.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Suhanto menyebut para pelaku usaha memiliki tingkat kepatuhan tinggi terkait sertifikasi halal. Salah satunya adalah para produsen minyak goreng kemasan.
Berdasarkan pantauan Kemendag, kata dia, tak ada aduan mengenai pelanggaran ketaatan halal dari produsen minyak goreng kemasan. "Artinya, minyak goreng kemasan milik produsen halal semua," kata Suhanto kepada Republika, kemarin.