REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) mengembangkan sistem pendaftaran haji dari manual ke sistem online. Saat ini Kemenag sedang mengkaji untuk membangun sistem tersebut.
"Tdak ada perubahan sebenarnya. yang ada pengembangan," kata Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Muhajirin Yanis saat berbincang dengan Republika melalui sambungan telpon, Jumat (25/10).
Muhajirin mengatakan, pada musim haji tahun 2019, calon jamaah haji cara melunasi biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) masih manual dengan mendatangi setiap bank penerima setoran (BPS). Tahun ini Kemenag mulai Ditjen PHU akan mengemangkan cara pembayarannya dari manual ke online.
"Mengingat mungkin ada yang melunasi anaknya karena cukup lama menunggu, maka kita kembangkan tidak hanya manual tepi kita juga kembangkan aplikasi pelunasan secara onlie atau non teller," katanya.
Menurutnya, pengembangan ini cukup membantu jamaah, terutama jamaah-jamaah tertentu yang jangakaunya jauh dengan kantor-kantor perwakilan bank BPS. Jadi kata dia, kalau pelunasan bisa dengan online maka kedepannya Kemenag harus memiliki sistem untuk mendukung pembayaran secara online.
"Maka kedepannya kita akan mencoba untuk juga pendaftaran awal di samping jamaah bisa membayar ke bank bisa juga dilakukan secara online," katanya.
Muhajirin menjelaskan, setelah jamaah nyaman dengan sistem online yang sudah terbangun, Kemenag tetap mewajibkan jamaah datang ke kantor kanwil Kemenag di daerah Kabupaten dan Kota masing-masing.
"Hal ini untuk melakukan pengambilan foto biometrik dan sidik jari," katanya.
Muhajirin memastikan, untuk mengembangkan sistem pembayaran BPIH dari manual ke sistem online, Kemenag tak bekerja sendiri. Akan tetapi Kemenag melalui Ditjen PHU melibatkan setiap bank BPS.
Jadi kata Muhajirin tidak ada regulasi pendaftaran yang diganti atau dihapus. Akan tetapi yang ada Kemenag sedang mencoba mengembangkan sistem digitalisasi pembayaran BPIH. Hal tersebut dialakukan untuk menyesuaikan perkembangan jamaan sistem informasi.
"Apalagi sekarang sudah masanya IT yang tujuannya untuk mempermudah. Karena boleh jadi jamaah ingin mendaftar selalu tertunda karena jarak dari rumah ke kantor kanwil jauh," katanya.
Muhajirin menyampaikan, hal ini memang sudah disampaikan di Surabaya, Jawa Timur, dalam kegiatan bertajuk "Sosialisasi Kebijakan Pendaftaran dan Pembatalan Haji se-Jawa Timur" menurutnya, kebijakan yang berubah terkait regulasi pelimpahan porsi jamaah yang wafat saat namanya masuk ke dalam pengumuman berhak lunas.
Dalam rancangan regulasi yang disusun, anggota keluarga yang berhak memperoleh pelimpahan porsi tersebut hanya suami atau istri, anak kandung, dan saudara kandung. Regulasi baru nanti, menantu sudah tidak termasuk ke dalam ahli waris pelimpahan porsi.
"Jika sebelumnya menantu masuk ke dalam ahli waris pelimpahan porsi bagi jamaah yang wafat saat namanya masuk ke dalam pengumuman berhak lunas," katanya.
Selain itu yang dibahas juga adalah, perubahan regulasi terkait batas umur lansia. Jika sebelumnya kategori lansia adalah umur 70 tahun, dalam regulasi yang baru adalah 65 tahun
Dalam sosialisasi juga direncanakan penambahan regulasi untuk pendaftaran haji disabilitas. Muhajirin berharap dengan diadakannya sosialisasi regulasi pendaftaran dan pembatalan haji ini, akan mempercepat perbaikan layanan jamaah haji.
"Tujuan adanya diadakan sosialisasi regulasi pendafaran dan pembatalan haji adalah untuk mempercepat dan memperbaiki proses haji," katanya.