Senin 23 Dec 2019 05:13 WIB

Refleksi Sa'i di Hari Ibu

Dari bukit Safa dan Marwah yang Maha Kuasa menunjukkan dahysatnya cinta seorang ibu

Ribuan jamaah melaksanakan sai antara Bukti Shafa dan Marwah, Sabtu (17/8). Pelaksanaan sai ini dilakukan jamaah yang mengambil umrah sunnah atau membadalkan umrah untuk orang tua atau saudara yang telah meninggal dunia.
Foto: Republika/Syahruddin El-Fikri
Ribuan jamaah melaksanakan sai antara Bukti Shafa dan Marwah, Sabtu (17/8). Pelaksanaan sai ini dilakukan jamaah yang mengambil umrah sunnah atau membadalkan umrah untuk orang tua atau saudara yang telah meninggal dunia.

Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Traveller dan Penulis Buku

Pandangan saya nanar. Obyek di depan kadang terlihat jelas, kadang buram. Seperti lensa kamera yang sedang mencari fokus. Lalu sekelebat, semua tiba-tiba hilang. Ah! Beberapa detik, saya tertidur sambil berjalan, saking lelah dan mengantuknya.

Sekilas saya lihat jam tangan, pukul 2.30 dinihari waktu Saudi. Dihitung dengan perbedaan waktu, ini artinya sudah lebih dari 24 jam aktivitas saya sepanjang hari ini.

Setelah melakukan penerbangan selama 9 jam dari Jakarta, setiba di Tanah Suci rombongan yang dipimpin Ust Dedi Hariadi Hidayat dari Khalifah Tour langsung melaksanakan umrah Qudum.

Lelah dan kantuk tak terasa begitu Ka'bah terlihat di antara pusaran arus manusia. Takbir, tahmid, tasbih, menggema di antara suara isak tangis. Segala doa dan pinta disorongkan ke pintu langit.

"Ya Rabb, aku bersujud di kaki Ka'bahmu. Membawa dosa yang tak berbilang. Menyeret sesal yang tak berkesudahan. Berkeluh kesah, padahal limpahan kasihMu tak pernah ada celanya. Engkau berikan segalanya, sementara diri masih terus lalai bermaksiat kepadaMu."

Usai Tawaf, rombongan bergerak ke Mas'a. Untuk menyelesaikan 7 perlintasan Sa'i dari bukit Safa ke Marwah. Saat itulah wajah-wajah lelah dan kuyu menahan kantuk mulai terlihat. Termasuk saya yang sampai ketiduran sambil berjalan.

Sambil mempercepat langkah di bawah lampu hijau dan menderaskan doa "Rabbighfir warham wa'fu watakarram watajaawaz 'ammaa ta'lamu, innaka ta'lamu, mala na'lamu, Innaka antallahul a'azzul akram."

[Ya Allah, ampunilah, sayangilah, maafkanlah, bermurah hatilah dan hapuskanlah apa-apa yang Engkau ketahui dari dosa kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui apa-apa yang kami sendiri tidak tahu. Sesungguhnya Engkau ya Allah Maha Tinggi dan Maha Pemurah.]

Pikiran saya melayang pada perjuangan wanita mulia Ibunda Siti Hajar.

Kalau kita yang hanya terbang 9 jam dari Jakarta merasa lelah, bagaimana dengan Ibunda Hajar yang melakukan perjalanan jauh dari Palestine dengan berkendara onta? Menembus gurun pasir. Sambil menggendong bayinya yang masih merah.

Begitu sampai di padang tandus "somewhere no where", tiba-tiba ia harus ditinggal hanya berdua dengan bayinya. Lelah, lapar, cemas, bertambah panik manakala terdengar jerit tangis bayinya yang kehausan.

Tanpa berpikir panjang, ia segera berlari mencari air, sumber penghidupan. Naluri seorang ibu tak lagi menghiraukan panasnya pasir gurun. Lelahnya perjalanan panjang yang baru ditempuh. Serta kecemasan karena tak ada orang lain selain ia dan bayinya.

Pada kondisi seperti itu, apa yang terjadi? Menangis? Tidak! Justru pada situasi terdesak yang seolah "no way out" seperti itu, seorang perempuan akan mengeluarkan energi dahsyat yang tersimpan dalam dirinya.

Tak ada lagi takut. Tak ada lelah. Tak ada cemas. Selain ia harus melakukan apapun yang bisa dilakukan untuk kehidupan bayi merahnya. Hanya satu yang ada di pikirannya: bagaimana bayinya selamat.

Seandainya di lintasan ke tujuh Allah belum kirimkan air zam-zam untuk mereka berdua, niscaya Ibunda Hajar masih akan terus berlari. Berapa ribu kali lagi pun!

Karena seperti itulah gambaran nyata kasih seorang ibu. Tak berbilang. Tak akan pernah berkurang.

Allah titipkan satu namanya yang sangat indah pada tiap diri perempuan: rahim. Yang artinya penyayang. Yang kemudian ia bagi tak tersisa untuk buah hatinya.

Karenanya, Ibn Umar menjawab dengan tegas ketika Uwais bin Qarni bertanya, "Aku menggendong ibuku dari Yaman untuk berhaji. Apakah itu cukup untuk membalas kebaikannya?"

"Itu belum berarti apa-apa dibanding setiap tarikan napas menahan sakit yang dirasakannya saat melahirkanmu. Akan tetapi, engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberi balasan yang banyak terhadap sedikit amal yang engkau lakukan," tegas jawaban itu.

Dari bukit Safa dan Marwah, Yang Maha Cinta ingin menunjukkan seperti itulah cinta seorang ibu.

Selamat Hari Ibu. Segala cinta untukmu ❤

Bismillaahirrahmaanirrahiim Abda'u bima bada-Allahu bihi, warasuuluh. Innas safa walmarwata min sya'airillah, Faman hajjal baita awi'tamara fala junaha 'alaihi ayyatawwafa bihima, Waman tatawwa'a khairan fa-innallaha syakirun 'alim

[Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Aku mulai dengan apa yang telah dimulai oleh Allah dan RasulNya. Sesungguhnya Safa dan Marwah sebagian dari syi'ar-syi'ar (tanda kebesaran) Allah. Maka barang siapa yang beribadah Haji ke Baitullah ataupun berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Penerima Kebaikan lagi Maha Mengetahui.

Makkah, 22 Desember 2019

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement