Selasa 21 Jan 2020 17:08 WIB

Kemenag Siap Umumkan Izin Baru Penyelenggara Umrah

Kemenag akan mengumumkan pencabutan moratorium penyelenggara umrah.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Kemenag Siap Umumkan Izin Baru Penyelenggara Umrah. Foto: Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama M Arfi Hatim.
Foto: Kemenag
Kemenag Siap Umumkan Izin Baru Penyelenggara Umrah. Foto: Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama M Arfi Hatim.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Agama (Kemenag) akan segera mengumumkan pencabutan izin murotarium untuk Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Tentang moratorium pemberian izin baru PPIU diatur melalui  Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 229 Tahun 2018.

"Pencabutan moratorium nanti akan kami umumkan," kata Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Arfi Hatim saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (22/1).

Baca Juga

Arfi mengatakan, ada beberapa pertimbangan kenapa Kemenag melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah membuka kembali izin murotarium PPIU setelah hampir tiga tahun ditutup.

Di antaranya kata Arfi, Kemenang ingin memberi kesempatan kepada Biro Perjalanan Wisata (BPW) untuk berusaha secara legal dalam penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah. Selama ini banyak praktik-praktik tak legal dilakukan oknum travel dalam penyelenggaraan umrah.

"Karena salah satunya berdasarkan hasil sidak satgas umrah akhir tahun lalu kami menemukan beberapa BPW yang telah menerima pedaftaran jamaah umrah," katanya.

Selain itu, yang paling utama moratorium pemberian izin baru PPIU ini dicabut adalah untuk menciptakan lapangan kerja baru. Terutama lapangan kerja di sektor wisata penyelenggara perjalanan ibadah umrah. "Termasuk membuka lapangan kerja baru," katanya.

Arfi mengaku dengan dibukanya izin baru umrah akan banyak travel-travel yang baru menjadi BPW menjad PPIU. Menurutnya, Kemenag tidak kesulitan dalam mengawasi travel-travel umrah yang baru, jika ada kerjasama dengan semua pihak terkait.  Seperti diketahui, saat ini ada 988 travel yang sudah memiliki izin sebagai PPIU.

"Insya Allah (tidak kesulitan melakukan pengawasan). Tentunya jika ada kerja bersama stakeholder lain yang terkait," katanya.

Menurut Arfi, saat ini semua aturan yang terkait dengan pencabutan moratorium izin PPIU sudah disiapkan. Termasuk menyiapkan Keputusan Menteri Agama ( KMA) sebagai dasar hukum izin baru PPIU kembali dibuka.

Sebelumnya, Dirjen PHU Nizar Ali mengatakan, proses pengajuan izin baru nantinya akan melalui sistem online. Sistem online ini diharapkan akan memudahkan masyarakat mengajukan izin dan prosesnya akan lebih terbuka.

"Moratorium kita targetnya tanggal Akhir Januari kita buka, sistemnya kini menggunakan online karena kita menghindari sistem tatap muka supaya kesan yang selama ini di lontarkan oleh berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab itu bisa terhindari," kata Nizar saat menerima pengurus Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) di Kantor Kemenag Lapangan Banteng Jakarta, Selasa (14/1).

Hadir juga, Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus M. Arfi Hatim serta jajaran eselon III dan IV Ditbina Umrah dan Haji Khusus. Dalam beberapa bulan terakhir, Ditjen PHU tengah mengintensifkan pengawasan dan pembinaan terhadap Biro Perjalanan Wisata yang tidak memiliki izin sebagai PPIU.

Sejumlah BPW yang terbukti tidak memiliki izin sebagai PPIU telah diperiksa dan diminta untuk menghentikan aktivitasnya membuka pendaftaran jemaah umrah.

Pengawasan dan pembinaan ini sekaligus sebagai sarana sosialisasi UU No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Berbeda dengan UU No 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji yang hanya memuat empat pasal tentang umrah, UU 8/2019 lebih detail, ada lebih 20 pasal yang membahas tentang umrah.

Salah satunya, pasal 122 yang mengatur, setiap orang yang tanpa hak bertindak sebagai PPIU dengan mengumpulkan dan atau memberangkatkan jemaah umrah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp 6 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement