Jumat 28 Feb 2020 13:52 WIB

Bisnis di Makkah dan Madinah Terancam Merugi Besar

Keamanan penghuni dan pengunjung lebih penting daripada pertimbangan materi

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Hiru Muhammad
Ribuan jemaah calon umrah terlantar di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Kamis (27/2).
Foto: Republika/Abdurrahman Rabbani
Ribuan jemaah calon umrah terlantar di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Kamis (27/2).

IHRAM.CO.ID, MAKKAH -- Para pejabat memperkirakan bisnis hotel di dua kota suci  Makkah dan Madinah akan menderita kerugian sekitar 40 persen dibandingkan tahun lalu. Perkiraan kerugian itu bisa terjadi jika penghentian sementara kegiatan umrah  pemerintah Arab Saudi terus berlanjut. 

Pemerintah Arab Saudi melarang sementara masuknya jamaah dari berbagai negara untuk tujuan umrah karena kekhawatiran akan penyebaran virus Corona di negara itu. Sejumlah sektor yang diperkirakan terdampak kebijakan penghentian sementara umrah ini di antaranya perhotelan, maskapai penerbangan, katering dan transportasi.

Baca Juga

Mereka lantas menekankan pada sejumlah reformasi alternatif. Menurut para pejabat itu, yang penting saat ini adalah mencari dukungan dari jamaah domestik dan menawarkan diskon serta promosi berkelanjutan.

Ketua komite hotel-hotel pada Kamar Dagang dan Industri Makkah (MCCI), Abdullah Filali, mengatakan sektor hotel di Makkah tengah menuju musim yang sulit dan bisa mengalami kerugian tinggi jika larangan umrah berlanjut. Di Makkah sendiri terdapat lebih dari 1.300 hotel.

Filali mengatakan, konsekuensi ekonomi dari epidemi virus corona telah mencapai sektor hotel di kedua kota, yakni Makkah dan Madinah. Ia menjelaskan, bahwa sektor ini akan menanggung biaya besar hingga 40 persen jika larangan umrah itu terus berlanjut.

"Sektor akomodasi menderita dari krisis pendudukan di daerah pusat dan seluruh ibukota suci. Larangan Umrah akan berkontribusi untuk semakin menekan sektor yang sudah lelah," kata Filali, dilansir di Arab News, Jumat (28/2).

Lebih lanjut, ia mengatakan tidak ada yang bisa memprediksi konsekuensi dari apa yang akan terjadi di sektor ini. Namun ia memperkirakan kerugian akan besar jika larangan berlanjut. Terutama, mendekati bulan suci Ramadhan yang merupakan musim puncak dari umrah.

Anggota komite hotel-hotel MCCI, Fadhel Manqal, mengatakan ahwa sektor ini akan terpengaruh secara keseluruhan karena sepenuhnya tergantung pada jamaah dari negara-negara Islam. Karena itu, ia menekankan bahwa hotel akan menggunakan pasar lokal dan penawaran promosi untuk mengganti kerugian mereka.

"Keamanan penghuni dan pengunjung lebih penting daripada semua pertimbangan material. Pemerintah Raja Salman dan bangsawannya memprioritaskan melayani Islam dan Muslim di atas pertimbangan lainnya, dan keselamatan mereka adalah tujuan utama," kata Manqal.

Dia menambahkan, sektor hotel sebelumnya menghadapi kesulitan selama krisis sebelumnya, seperti SARS. Akan tetapi, mereka berhasil beradaptasi dan membatasi kerugian ekonomi.

Ketua Komite Nasional untuk Haji dan Umrah, Marwan Shaban mengatakan sektor Umrah sudah mulai terpengaruh secara negatif. Namun, langkah-langkah proaktif yang diambil semua lembaga yang terlibat untuk mengendalikan epidemi adalah tindakan yang tepat. Shaban menekankan Saudi sebelumnya telah menangani kasus serupa.

"Memang benar larangan tidak diberlakukan di masa lalu, tetapi jumlah jamaah telah berkurang 20 persen untuk jamaah internasional dan 50 persen untuk jamaah domestik,  sektor haji dan umroh dapat meningkat lagi," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement