REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Mohammad Harun Shikka Songge, Trainier Senior HMI dan Putra Lamakera
Inilah wajah kampung 'kaum pribumi' Lamaholot dari Perkampungan Islam Lamakera. Orang orang atau warganya memang tak mendapatkan apapun di negeri yang mereka tinggali ini. Di tempat ini memang amat sulit untuk dtumbuhi tanaman palawija maupun pohon pelindung karena alam pesisir yang tandus dan gersang.
Tetapi syukur alhamdulillah penduduk pribumi yang menempati negeri yang tandus ini tidak pernah kehilangan optimisme. tak pernah putus asa. Meski hanya makan jagung titi, ubi, ikan, pari, dan ditambah sayur daun merungge, dan makanan lokal lainya, jiwa penduduk Lamakera tetap dinamis dan progresif merebut peluang masa depan.
Orang orang pribumi Lamakera, menerima Lamakera dengan pandangan sederhana, apa adanya, serta dengan penuh pengharapan. Bahhwa di Kampung Lamakera ini meski tanahnya nun berbatu, maka bila ditanam satu kepala manusia yang penuh ilmu dan kebijaksanaan, maka akan tumbuh 1001 doktor dengan berbagai keahlian.
Tahun 1949 orang tua kami Abdul Syukur Ibrahim Tuan Dasyi membangun Sekolah Menengah Islam dan kemudian menjelma menjadi PGA 4 Thn. Angkatan Pertama, Kedua dan Ketiga, keempat, dan seterusnya terus melejit bagai anak panah peradaban menembus hutan belukar, menempati kampung kampung terisolir, menyalakan dakwah islam, menjadi guru pemandu agama, meletakan kerangka dasar peradaban islam.
Thn 2010, Ketua Komisi VIII DPR RI DR H M Ali Taher Perasong putra biologis dan ideologis Lamakera, menginsiatifi dan memprakarsai berdirinya Madrasah Aliyah Plus Tarbiyah Lamakera. Tindakan ini sebagai kelanjutan karya peradaban dan ideoligis Abd Syukur Ibrahim Tuan Dasyi.
''Maka inilah kami yang bertekad untuk terus membangun Lamakera beserta kampung-kampung di sekitarnya menjadi kekuatan bersama dalam meneruskan rancang bangun tugas peradaban ummat kaum pribum. Kami punya mimpi besar untuk terus membangun dan melanjutkan peradaban islam dari Lamakera dan sekitarnya,'' kata MHR Shikka Songge, aktivis KAHMI sekaligus putra pribumi Lamakera.
Untuk selanjutnya bukit yang melatari kampleks Bangunan MA Plus diberi nama Bukit Peradaban Ibrahim Tuan Dasyi. Nama tokoh ini amat melegenda, di mana dalam kekuasaannya sebagai raja ia sangat peduli pada pendidikan dan pembelaan serta perlindungan hak hak ekonomi politik kaum pribumi muslim. Bahkan ia menerima hukuman jalan kaki sepanjang Larantuka - Ende hanya untuk membela kedaulatan kaum Pribumi Muslim Lamakera.
Sedangkan Kompleks Bangunan Pendidikan MA Plus Negeri Lamakera yang berada di lereng bukit Peradaban Ibrahim Tuan Dasyi diberi nama Kampus Abd Syukur Ibrahim Dasyi. Gedung ini untuk mengenang ketangguhan kerja ideologisnya dalam meletakan landasar dasar bangunan peradaban Islam melalui lembaga pendidikan yangg didirikan serta menjadi penanda bermutunya sumber daya manusia yang dihasilkan oleh perdaban kaum pribumi Muslim di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT).