REPUBLIKA.CO.ID, Assalamu'alaikum, Pengasuh MES Menjawab mohon dijelaskan terkait simpang siur yang membuat saya bingung. Sebagian orang menjelaskan bunga bank adalah haram. Namun, saya juga mendapat berita bahwa bank syariah mirip dengan bank umum, dan leasing syariah juga sama saja dengan leasing pada umum nya.
Saya juga pernah dengar bahwa jual beli secara kredit yang memungut bunga dibolehkan. Mohon penjelasannya dan bagaimana cara nya agar tidak terjerumus pada riba yang diharamkan. Terima kasih. Wassalamu'alaikum warahmatullah wa barakatuh.
Wasis Alhaqi
Jawaban disampaikan Masyarakat Ekonomi Syariah Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana dikutip dari Dokumentasi Harian Republika.
Wassaalamualaikum warahmatullah. Terima kasih atas pertanyaan saudara Wasis. Permasalahan riba dan bunga akan tetap muncul sepanjang waktu sebagaimana dijelaskan sebuah hadits, yang menyatakan akan datangnya zaman di mana masyarakat susah menghindarkan diri dari riba dan susah membedakan antara riba dan jual beli.
Para imam mazhab telah menjelaskan sejak dulu bahwa transaksi riba bisa terjadi pada utang piutang maupun jual beli. Dalam jual beli, riba bisa terjadi pada jenis barang tertentu, yaitu barang ribawi. Jumhur ulama menyepakati barang ribawi ini meliputi barang yang menjadi makanan pokok, barang yang dapat diperlakukan sebagai uang, seperti emas dan perak, serta barang yang bisa ditimbang atau ditakar. Jual beli mengandung riba jika ada proses barter barang ribawi dengan perbedaan timbangan atau takaran, atau tukar uang, atau valuta secara non-tunai.
Sedangkan dalam utang piutang, riba bisa terjadi karena dua hal. Yaitu, memperjanjikan adanya tambahan uang/bunga/manfaat material atas pokok pinjaman yang akan dibayarkan penghutang kepada pemberi utang, atau adanya denda bunga atas keterlambatan pembayaran utang kepada pemberi piutang, meskipun tanpa perjanjian di awal. Bentuk bunga yang riba tersebut dapat berbentuk nominal uang, persentase dari pokok pinjaman, ataupun barang.
Oleh karena itu, ada praktik bunga yang sebenarnya bukanlah riba, sebagaimana dijelaskan Muhammad Ayyub dalam bukunya Introduction on Islamic Finance. Pertama, bunga yang dibayarkan peminjam kepada pemberi utang atas kerelaan sendiri dan tidak diperjanjikan di awal adalah halal. Bahkan Rasulullah SAW mengajarkan untuk membayar utang dengan baik (misalkan dengan memberikan hadiah) sebagai bukti rasa persaudaraan.
Kedua, denda berbentuk bunga atas keterlambatan pembayaran utang pada asalnya adalah haram (riba jahiliyyah). Namun, ketika denda tersebut dipungut dengan tujuan agar penghutang menjaga amanah dalam membayar utang (dalam rangka melindungi harta umat), maka denda itu dibolehkan asalkan perolehan denda tidak dimi liki oleh peminjam, tetapi menjadi kekayaan umat (misalkan menjadi dana kafarat di baitul maal). Denda semacam ini dipastikan perbankan syariah setelah mendapat kan fatwa dari DSN MUI.
Ketiga, bunga yang diperoleh pedagang kreditan akibat perbedaan antara harga kredit dan harga kontan adalah bunga yang bukan riba. Bah kan, dalam salah satu hadits dijelaskan bahwa salah satu rizki yang di ber kahi adalah menjual secara kredit, sehingga meringankan beban pembeli.
Bunga dalam hal ini hakikatnya adalah laba atas penjualan. Namun, perlu hati-hati, jualan kredit saat ini beda tipis dengan utang kare na sering kali pembeli tidak lagi membayar barangnya kepada pen jual, tetapi kepada lembaga keuangan atau bank yang mengambil keun tungan dengan memberikan utang kepada calon pembeli, dan ini adalah riba.