REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI) menyatakan, keberadaan rumah sakit berbasiskan syariah bukan berarti menunjukkan bahwa rumah sakit umum tidak memberikan pelayanan yang bagus. Kehadirannya lebih kepada menjawab kebutuhan Muslim di Indonesia yang makin sadar pentingnya hidup bersyariah.
"Semua rumah sakit itu baik. Cuma rumah sakit syariah menawarkan nilai plus. Sebab sekarang semua orang itu sudah banyak yang sadar terkait pentingnya bersyariah makanya perbankan juga banyak yang syariah," kata Ketua Umum Pengurus Pusat MUKISI dr Masyhudi, Jumat (24/4).
Ia menjelaskan, nilai plus itu terwujud dalam berbagai layanan tambahan ataupun ketentuan yang diterapkan di rumah sakit. Salah satunya memastikan makanan yang diberikan ke pasien adalah makanan yang halal.
Rumah sakit syariah, lanjut dia, juga menerapkan tiga indikator mutu wajib. Pertama, pasien muslim yang menjelang sakratulmaut wajib hukumnya mendapatkan bimbingan. Kedua, mengingatkan waktu shalat kepada pasien Muslim sekaligus memberikan bimbingan.
"Ketiga, pemasangan kateter. Itu kan melibatkan alat kelamin ya, itu wajib dilakukan oleh gender yang sama," katanya.
Selain pelayanan, sambung dia, proses transaksi rumah sakit syariah juga berlandaskan aturan Islam. Mulai dari transaksi pihak rumah sakit dengan pasien, dokter hingga dengan pihak pemasok kebutuhan rumah sakit. "Semua pakai akad syariah," ucap Masyhudi.
Berdasarkan data MUKISI, per April 2020, terdapat 22 rumah sakit syariah di seluruh Indonesia. Di antaranya Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang, RSUD Tangerang, RSUD Kandangan Kalsel, Rumah Sakit Kelas A Zainul Abidin di Aceh, dan RSUD Meuraxa Banda Aceh.
Lalu juga terdapat 65 rumah sakit yang sedang dalam proses sertifikasi di DSN MUI. Adapun pihak MUKISI menargetkan 100 rumah sakit mendapatkan sertifikat syariah tahun ini. Total rumah sakit di Indonesia sekitar 2.900.