REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama (Dirut) RSI Sultan Agung Semarang, dr Masyhudi mengaku rumah sakit yang ia pimpin semakin berkembang sejak mendapatkan sertifikat syariah pada 2017 lalu. Hal disebut tak terlepas dari kepuasan para pasien.
"Tidak ada (pasien) yang komplain terkait peraturan syariah. Semua malah senang karena banyak tambahan pelayanan. Misalnya gizi yang diberikan itu halal," kata Masyhudi ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis (24/4).
Pelayanan tambahan lainnya, ujar Masyhudi, adalah penerapan 3 indikator mutu wajib rumah sakit syariah. Pertama, pasien muslim yang menjelang sakratulmaut wajib hukumnya mendapatkan bimbingan. Kedua, mengingatkan waktu shalat kepada pasien Muslim sekaligus memberikan bimbingan.
"Ketiga, pemasangan kateter. Itu kan melibatkan alat kelamin ya, itu wajib dilakukan oleh gender yang sama," kata Masyhudi yang juga ketua umum Pengurus Pusat Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI).
Rumah sakit berbasiskan syariah merupakan suatu standardisasi rumah sakit yang diinisiasi Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI) sejak 2015 silam. Lalu tahun 2017 dimulailah sertifikasi rumah sakit syariah ke DSN MUI.
Berdasarkan catatan MUKISI, per April 2020, sudah terdapat 22 rumah sakit syariah di seluruh Indonesia. Di antaranya Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang, RSUD Tangerang, RSUD Kandangan Kalsel, Rumah Sakit Kelas A Zainul Abidin di Aceh, dan RSUD Meuraxa Banda Aceh.
Terdapat juga 65 rumah sakit yang sedang dalam proses sertifikasi. Adapun pihak MUKISI menargetkan 100 rumah sakit mendapatkan sertifikat syariah tahun ini. Total rumah sakit di Indonesia sekitar 2.900.