REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sudah memutuskan untuk membatalkan keberangkatan jamaah haji 1441 Hijriyah atau 2020 Masehi. Meskipun demikian, sebagai salah satu maskapai yang melayani perjalanan haji, Garuda Indonesia memastikan hal itu tidak akan terlalu berdampak.
"Ya kita cari pendapatan dari tempat lain," kata Direktur Utama Garuda Indonesia kepada Republika, Selasa (2/6).
Irfan menjelaskan, maskapai masih memliki kesempatan lain untuk memaksimalkan pendapatan meski penerbangan haji dibatalkan. Salah satunya dengan memaksimalkan penerbangan internasional secara bertahap ketika New Normal resmi diberlakukan.
Dia memastikan porsi penerbangan haji terhadap pendapatan Garuda Indonesia tidak terlalu besar. "Penerbangan haji itu kontribusinya 10 persen untuk pendapatan Garuda di tahun-tahun sebelumnya," ujar Irfan.
Irfan mengungkapkan, maskapai belum melaksanakan banyak persiapan untuk penerbangan haji tahun. Terlebih Arab Saudi juga sebelumnya melarang kegiatan umrah karena kondisi pandemi Covid-19. Irfan menegaskan, Garuda Indonesia juga belum mengeluarkan uang muka untuk menyiapkan armada khusus angkutan haji tahun ini.
Sementara itu dalam kesempatan berbeda, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebut keputusan pembatalan penerbangan haji akan memiliki konsekuensi terhadap Garuda Indonesia. Sebab, Garuda Indonesia setiap tahunnya selalu menyiapkan angkutan khusus penerbangan haji.
"Konsekuensi lah. Semua negara yang punya penerbangan haji juga mengalami (dampaknya)," kata Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga saat konferensi video di Jakarta, Selasa (2/6).
Sebelumnya, Menteri Agama Fachrul Razi memastikan keberangkatan jamaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1441 Hijriyah atau 2020 Masehi dibatalkan. Kebijakan tersebut diambil karena pemerintah harus mengutamakan keselamatan jamaah di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 yang belum selesai.