REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menekankan tiga konsekuensi yang memerlukan solusi secepatnya terkait pembatalan keberangkatan haji. Menurut dia, yang pertama, adalah adanya antrean haji yang semakin panjang.
“Kedua, adalah biaya haji yang sudah dikeluarkan oleh masyarakat dan mungkin dikelola oleh biro haji dan KBIH,” ujar dia ketika dikonfirmasi Republika, Selasa (2/6).
Dia melanjutkan, hal ketiga yang menjadi perhatian adalah pertanggungjawaban dana APBN haji.
Mu’ti berpendapat, keputusan pemerintah untuk membatalkan haji di 2020 atau 1441 H ini merupakan langkah yang tepat. Terlebih, menurut dia, hal ini tidak melanggar Syariah, karena dalam persyaratan haji juga ada keterangan aman selama perjalanan, selain dari mampu secara ekonomi, kesehatan, mental, dan agama.
“Secara undang-undang juga tidak melanggar,” kata dia.
Dia menambahkan, terkait hal tersebut masyarakat juga hendaknya bisa berdoa agar Covid 19 dapat segera diatasi. Terlebih menurut dia, ketika ibadah haji yang dibatalkan keberangkatannya di Indonesia juga pernah terjadi, sehingga ini bukan pertama kalinya.
“(Gagalnya keberangkatan haji) Indonesia juga pernah terjadi sebelumnya di tahun 1946, 1947, 1948 pada masa Agresi Belanda,” ungkap dia.
Sambung dia, dengan belum adanya keputusan Pemerintah Arab Saudi mengenai haji, memang menyulitkan Pemerintah Indonesia. Utamanya, untuk dapat menyelenggarakan ibadah haji tahun ini.
Namun demikian, ia menyarankan agar masyarakat, khususnya umat Islam bisa tetap tenang menghadapinya. Ia juga berharap agar masyarakat bisa memahami keputusan pemerintah di tengah keadaan yang serba darurat.