REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mungkin tidak sedikit yang menyangka bangunan bercorak merah dan kuning tersebut adalah sebuah masjid. Selain lokasinya yang memang berada di deretan pertokoan, coraknya yang tak biasa juga tak membuat Masjid Lautze sulit disangka sebagai sebuah masjid yang identik arsitek timur tengah dan berkubah.
Masjid Lautze didirikan oleh warga keturunan China yang memeluk Islam. Mungkin satu-satunya yang menandakan bangunan bercorak China itu adalah sebuah papan kecil bertuliskan Masjid Lautze.
Kemudian di temboknya terdapat papan yang cukup besar bertuliskan "Yayasan Haji Karim Oei". Maka tak heran, jika banyak orang yang mengira bangunan itu adalah sebuah kelenteng atau wihara. "Memang masjid ini tak seperti masjid pada umumnya, tidak memiliki kubah dan bergaya China," ujar Pengurus Masjid Lautze, H. Yusman Iriansyah beberapa waktu lalu.
Yusman menjelaskan Masjid Lautze dikelola oleh Yayasan Haji Karim Oei, didirikan pada 1991. Nama Karim Oei sendiri diambil dari pendiri yayasan tersebut sekaligus sebagai seorang tokoh Muslim China di Indonesia, yakni Haji Abdul Karim Oei. Semasa hidupnya, selain aktif dalam kenegaraan, Haji Karim juga aktif dalam keagamaan usai memilih menjadi seorang mualaf. Haji Karim tutup usia pada 1988.
Menurut Yusman, alasan memilih corak China karena disesuaikan dengan sasaran utama dakwahnya, yaitu etnis China yang bermukim di kawasan pecinan tersebut. Kendati demikian, nuansa Islam masih tetap terasa jika masuk ke dalam masjid tersebut.
Banyak tulisan kaligrafi-kaligrafi yang dipajang di dinding. Dengan gaya masjid seperti itu diharapkan banyak yang datang dan mualaf etnis China tak merasa asing.
“Secara psikologis itu lebih dekat sehingga mereka tidak takut untuk belajar agama Islam,” ungkap Yusman.
Masjid yang terletak di Jalan Lautze, Karang Anyar, Jakarta Pusat ini memiliki peran penting bagi minoritas China yang mualaf atau memeluk agama Islam. Tidak tanggung-tanggung sekitar ribuan orang telah bermualaf di masjid empat lantai ini.
Maka, sangat pas jika Masjid Lautze berdiri di kawasan pecinan di jantung Kota Jakarta. Kurang lebih sekitar 2.000 mualaf bersyahadat di masjid ini sejak 1997.
"Kami memberikan informasi atau berdakwa kepada mereka, membimbing mereka yang ingin masuk Islam. Sampai saat ini, jumlahnya mualaf yang bersyahadat di sini selalu bertambah, alhamdulillah," kata Yusman.
Tidak hanya sekadar membimbingnya, Yusman menuturkan, Masjid Lautze juga melakukan pembinaan bagi para mualaf. Mereka dilatih membaca surat pendek dan menjadi imam sholat. Namun di masa pandemi Covid-19 kegiatan Masjid Lautze sedikit terganggu, termasuk dalam melayani menuntut mualaf. Bahkan saat ini masjid Lautze masih ditutup untuk umum.