REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj mengatakan keraguan jamaah tentang pengelolaan dana haji, mesti jadi kesempatan Badan Pengeloa Keuangan Haji (BPKH) bekerja sesuai prinsip-prinsip syariah. Pekerjaan BPKH dalam mengelola dana haji menjadi taruhan sah tidaknya ibadah haji masing-masing jamaah.
"Karena bukan rahasia umum lagi bahwa haji yang berangkat tahun berjalan menggunakan uang jamaah haji yang menunggu," kata Mustolih saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (4/6).
Sistem ponzi ini tentu tidak sesuai syariat sehingga tidak boleh dilakukan. Untuk itu BPKH, selain transparan dan profesional harus membuat trobosan bagaimana jamaah haji yang berangkat tahun ini tidak memakai dana jamaah haji yang masih menunggu. "Ini momentum BPKH transparan kepada publik," ujarnya.
Mustolih mengatakan, kebijakan pembatalan pengiriman jamaah haji untuk musim tahun 2020 M/1441H memang mendapat respon beragam, ada pro dan kontra. Namun yang menarik publik kemudian tergugah mempertanyakan bagaimana pengelolaan dana dari 4,2 juta calon haji yang menunggu giliran berangkat.
"Yang saat ini terkumpul kurang lebih Rp 135 trilyun, termasuk juga Dana Abadi Ummat (DAU) yang berjumlah Rp 3,5 trilyun yang merupakan hasil efesiensi penyelenggaraan ibadah haji," katanya.
Sejak terbitnya UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (UUPKH) soal dana haji bukan lagi domain kewenangan Kemenag, tetapi menjadi tanggungjawab BPKH. BPKH merupakan lembaga di bawah Presiden yang bertugas menerima, mengelola dan menginvestasikan dana calon jamaah haji.
Agar bermanfaat dan tidak nganggur BPKH diberi kewenangan atas dana titipan tersebut (wadi’ah) tersebut untuk menginvestiasikan ke berbagai macam skema investasi berbasis syariah, supaya jamaah haji tunggu mendapatkan nilai tambah dan imbal hasil yang dikembalikan untuk jamaah.
Mustolih mengatakan, dana haji diatur sangat ketat, hanya diinvestasikan pada skema investasi syariah dan harus aman dari potensi kerugian. Karenanya, tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan sembarangan. "Termasuk untuk menalangi penguatan rupiah," katanya.
Kata dia, apabila dana calon jamaah haji digunakan untuk kepentingan yang bertentangan dengan UUPKH, seluruh pimpinan BPKH harus bertanggungjawab secara tanggung-renteng dan calon jamaah menuntut secara hukum apabila ditemukan kerugian. Karena itu memberlakukan dana calon jamaah haji tidak bisa disamakan dengan mengelola uang negara seperti APBN atau PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).
"Yang bisa diotak-atik untuk berbagai kepentingan. Karenanya BPKH harus ekstra hati-hati," katanya.