Senin 08 Jun 2020 18:59 WIB

Cak Nur Jelaskan Alasan Pahala Haji Mabrur Berupa Surga

Predikat haji mabruar akan mendapatkan balasan berupa surga.

Predikat haji mabruar akan mendapatkan balasan berupa surga. Ilustrasi haji
Foto: Amr Nabil/AP
Predikat haji mabruar akan mendapatkan balasan berupa surga. Ilustrasi haji

REPUBLIKA.CO.ID,

والحَجُّ المَبْرُورُ ليسَ له جَزَاءٌ إلَّا الجَنَّةُ

Baca Juga

 ''... tidak ada balasan bagi haji mabrur, kecuali surga.'' (HR Bukhari Muslim). 

Mengapa haji mabrur diiming-imingi surga? Dalam bukunya, Perjalanan Religius 'Umrah & Haji, Nurcholish Madjid mengupas masalah tersebut dengan pembahasan yang sangat menarik. Dia mulai menjawabnya dari segi semantis, yakni dengan memahami kata mabrur itu sendiri. Kata ''mabrur'' berasal dari bahasa Arab yang artinya mendapatkan kebaikan atau menjadi baik.

Ditijau dari akar katanya, ''mabrur'' berasal dari kata ''barra'' yang artinya berbuat baik atau patuh. Dari kata barra ini kita bisa mendapatkan kata birrun, al-birru yang artinya kebaikan.

Jadi al-hajj al-mabrur (haji mabrur) artinya haji yang mendapatkan birrun atau kebaikan. Sering juga diartikan sebagai ibadah haji yang diterima oleh Allah SWT. Dengan kata lain, haji mabrur adalah haji yang mendapatkan kebaikan atau haji yang (pelakunya) menjadi baik.

Jadi haji mabrur itu erat sekali kaitannya dengan kemanusiaan. Dan yang penting kita pahami berkenaan haji mabrur dan kaitannya dengan kemanusiaan adalah firman Allah SWT dalam QS Ali Imran 92 yakni: لَن تَنَالُوا۟ ٱلْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا۟ مِمَّا تُحِبُّونَ

''Kamu tidak akan mendapatkan kebaikan yang sempurna, sebelum kamu mendermakan sebagian hartamu yang kamu cintai.''

Kalau kita berhenti pada ayat ini maka seluruh perbuatan kita yang tidak mengacu pada pengorbanan harta untuk orang lain atau untuk orang miskin atau kepentingan sosial itu menjadi bukan al-birr-u, bukan kebaikan.

Nah, dengan demikian, haji mabrur itu adalah haji yang menjadikan orang yang setelah melakukannya, atau sepulangnya ke kampung, dia memiliki komitmen sosial yang lebih kuat.

Jadi, meningkatnya komitmen sosial itulah sebetulnya yang menjadi indikasi dari kemabruran. Yaitu, sepulangnya melakukan haji, ia menjadi manusia baik, jangkauan amal ibadahnya jauh ke depan dan berdimensi sosial.

Dalam Alquran ditegaskan bahwa ketika bersedekah kita tidak boleh memilih-milih harta kita yang buruk yang kita sendiri tidak mau memakaianya.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَنفِقُوا۟ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا۟ ٱلْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِـَٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغْمِضُوا۟ فِيهِ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ

  ''Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah di jalan Allah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Mahaterpuji.'' (QS 2:267)

Memang dalam beramal dan beribadah ini kita dituntut untuk menjadi yang terbaik (sesuai dengan kemampuan kita). Nabi bersabda, ''Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama manusia.'' Jadi, kita melakukan haji/umroh untuk menjadi orang yang terbaik, dengan cara menjadi orang paling bermanfaat untuk sesama manusia. Itulah haji yang mabrur. 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement