REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Penyelenggaraan ibadah haji menjadi kewenangan Kerajaan Arab Saudi sekalipun diselenggarakan di tengah pandemi.
Pada situasi saat ini negara lain bisa saja memanfaatkan peluang haji di tengah pandemi dengan jumlah kuota terbatas jika Arab Saudi benar membuka haji.
"Namun sampai sekarang pemerintah Kerajaan Arab Saudi belum mengumumkan secara resmi tentang jadi tidaknya penyelenggaraan haji musim 2020 M/ 1441 H," kata Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj, kepada Republika.co.id, Jumat (12/6).
Memang belakangan kemarin beredar kabar bahwa ada pemberitaan dari sebuah media asing yang mengklaim bahwa ibadah haji di Arab Saudi akan tetap digelar meski wabah Covid-19 belum kunjung mereda dengan melakukan pembatasan.
Jika informasi itu benar merupakan kebijakan pihak kerajaan. "Arab Saudi bisa saja menyelenggarakan haji secara terbatas kareha itu kewenangannya," ujarnya.
Mustolih Siradj mengatakan, jika benar kebijakan tersebut diambil, maka tampaknya pemerintah Saudi hendak menyelamatkan prosesi sakral ummat Islam tersebut tetap dijalankan. Akan tetapi tentu saja proses tersebut tidak mudah.
"Karena harus mempertimbangkan keselamatan jamaah dengan memberlakukan protokol kesehatan yang sangat ketat," katanya.
Bagaimana dampaknya terhadap Indonesia? Mustolih menyampaikan, mengingat pemerintah melalui Menteri Agama telah mengeluarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 494 Tahun 2020 tentang pembatalan penyelenggaraan ibadah haji, maka demi keselamatan jamaah agar sebaiknya konsisten dengan keputusan yang telah diambil tersebut.
Sebab jika pun dipaksakan maka persiapan yang harus dilakukan akan sangat mepet dan tergesa-gesa, sehingga mempengaruhi kesiapan panitia untuk menyiapkan berbagai pelayanan.
Demikin pula bila pemerintah hanya mengirim jamaah sebagai perwakilan dapat menimbulkan kegaduhan di kalangan jamaah. "Karena pemerintah akan dianggap diskrimanatif padahal masing-masing jamaah memiliki hak yang sama," katanya.