REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja mengatur kemudahan penetapan halal produk. Bila selama ini penetapan kehalalan produk dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), pada pasal 33 draf RUU itu memberikan kewenangan yang sama kepada organisasi masyarakat (Ormas) Islam berbadan hukum.
Menanggapi hal tersebut, petinggi Ormas Islam Nahdlatul Wathan Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) mengatakan bahwa pemberian wewenang kepada ormas Islam untuk menetapkan kehalalan produk merupakan sebuah terobosan hukum yang patut diapresiasi.
"Ada tiga kaidah yang patut diperhatikan oleh lembaga manapun yang nantinya mendapatkan wewenang tersebut," kata TGB dalam keterangannya, Jumat (26/6).
Dia mengatakan, setiap lembaga harus memiliki kaidah kepastian. Dia menjelaskan, sertifikasi halal tersebut harus bisa diterima oleh semua pihak terkait. Lanjutnya, hal itu agar tidak menyebabkan UMKM melakukan sertifikasi lain.
Mantan gubernur Nusa Tenggara barat (NTB) ini melanjutkan, kaidah kedua ada efisiensi. Dia menjelaskan, sertifikasi tidak boleh membangun struktur pembiayaan baru yang justru menyulitkan malah pelaku usaha UMKM.
Dia melanjutkan, kaidah ketiga ada siapapun yang diberikan kewenangan maka harus memanfaatkan infrastruktur laboratorium dan fasilitas yang ada di setiap daerah. Dia mengatakan, hal ini dimaksudkan guna memangkas biaya yang muncul dalam proses sertifikasi tersebut.
Dia mengungkapkan, Indonesia saat ini telah mempunyai banyak fasilitas untuk melakukan sertifikasi. Dia melanjutkan, pemberian kewenangan ini harus dibarengi dengan pemanfaatan semua infrastruktur yang ada di daerah sehingga nanti biayanya tidak besar.
"Misalnya ormas Islam yang diberikan kewenangan, di daerah ada laboratorium kesehatan yang bisa ikut di dalam proses sertifikasi," katanya.
Di saat yang bersamaan, dia juga mendorong pemerintah mengalokasikan dana bantuan UMKM untuk melakukan sertifikasi halal. TGB mengatakan, hal serupa telah dia lakukan saat meluncurkan Lombok sebagai destinasi pariwisata halal.
Dia mengungkapkan, saat itu daerah mengeluarkan dana melalui APBD untuk melakukan sertifikasi besar-besaran. Dia mengatakan, pemerintah daerah membuat kontrak dengan BPOM dan dengan dana tertentu kewajiban mereka adalah mensertifikasi semua UMKM yang ada di NTB.
"Menurut saya, tidak ada salahnya jika negara memberikan pendanaan di awal ini karena banyak UMKM yang belum punya kemampuan untuk melakukan sertifikasi secara mandiri. Itu bisa meminimalisir kesulitan yang timbul akibat sertifikasi," katanya.