REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj menilai Kementerian Agama lambat menarik masyarakat muda (milenial) untuk mendaftar haji secara online. Seharusnya sistem online menjaring milenial ini sudah dipersiapkan jauh sebelum terjadi pandemi Covid-19.
"Mau jaring calon jamaah haji milenial tapi sistemnya nasih era kolonial," katanya saat dihubungi, Republika, Jumat (17/7).
Mustolih mengatakan, Kemenag sebagai regulator penyelenggaraan Haji dan Umrah sebenarnya sudah merespon persoalan ini, dengan terbitnya Peraturan Menteri agama (PMA) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Standar Perizinan Berusaha Pada Kementerian Agama. Aturan ini nantinya akan mengintegrasikan izin pendirian PPIU dan PIHK dengan jalur elektronik terintegrasi one single submission (OSS) dengan kementerian lembaga.
"Sehingga proses birokrasi perizinan lebih cepat dalam hitungan jam izin PIHK dan PPIU bisa keluar, akan tetapi tampaknya implementasi dari regulasi ini masih butuh waktu," katanya.
Menurut dia, untuk pendaftaran haji, Kemenag masih lamban merespon tren ekonomi digital, karena sampai sekarang belum ada regulasi diterbitkan yang memberikan layanan calon jamaah haji bisa mendaftar secara online, ataupun melalui penyediaan aplikasi yang bisa diakses melalui ponsel.
Dampaknya karena peraturan PSBB yang diberlakukan beberapa bulan ini baik secara nasional dan aturan di beberapa daerah berakibat terjadi penurunan pendaftar calon jamaah haji yang sangat siginifikan.
"Karena bank penerima setoran (BPS) membatasi jumlah pendaftar secara tatap muka," katanya.
Mustolih mengatakan, di akhir Juli ini mestinya hal ini sudah bisa diatasi untuk menjaga animo calon jamaah haji. Apalagi BPKH sedang gencar-gencarnya mengkampenyekan haji di usia muda.
"Bagaimana mau menarik calon jamaah haji dari kalangan kaum millenial, kalau sistem yang digunakan masih jadul seperti era kolonial," katanya.
Kata dia, calon jamaah haji mestinya dimudahkan mendaftar. Bila perlu kata dia, calon jamaah cukup sambil rebahan melakukan proses pendaftaran haji selesai.
"Tanpa harus reppot-repot datang ke kantor bank atau Kemenag" kata Mustolih Siradj, dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta.
Mustolih menuturkan, pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum kunjung berakhir memiliki dampak yang sangat kompleks, salah satunya terhadap sistem perekonomian. Adanya kebijakan PSBB sangat memukul perekonomian.
"Di sisi lain, ternyata peristiwa ini di luar perhitungan mendorong migrasi ekonomi dari sistem konvensional ke sistem digital berjalan lebih cepat dari yang diperkirakan," katanya.
Menurut dia, e-commerce dan start up menjadi primadona baru, pelaku usaha berlomba-lomba beralih dan menyediakan berbagai platform dan aplikasi digital. Hal ini meminimalisir proses transaksi tatap muka yang memangkas waktu, biaya dan tenaga sehingga lebih sederhana, murah dan cepat.
"Layanan birokrasi di instansi pemerintah juga mau tidak mau turut berbenah dengan menyediakan layanan digital tanpa tatap muka," katanya.
Kementerian Agama (Kemenag) telah merancang pendaftaran haji agar dapat dilakukan secara online melalui aplikasi Haji Pintar. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya Kemenag dalam memberikan kemudahan dalam memberikan layanan haji dan umroh kepada masyarakat Indonesia.
"Benar, rencana ke depannya memang akan ada digitalisasi, pendaftaran online namun bentuk skemanya seperti apa sedang dibicarakan," kata Kasubdit Pendaftaran dan Pembatalan Haji Reguler Kemenag, Abdul Hanif saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (10/7).
Untuk mewujudkannya terang Hanif, dibutuhkan kerja sama dengan pihak perbankan, untuk pembayaran haji hanya dilakukan kepada bank. Kemenag ucapnya tidak menerima pembayaran apapun dari calon jamaah.
"Jadi, pendaftaran rencananya melalui online tapi ini masih dalam proses pembahasan internal. Belum bisa memberikan detailnya," terang Hanif.