REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Lantai marmer putih luas yang mengelilingi situs paling suci Islam di Makkah, Ka'bah biasanya dipenuhi ratusan ribu peziarah dari seluruh dunia, sehari sebelum pelaksanaan haji. Namun, Selasa (28/7), hanya terlihat beberapa pejabat dan pekerja berada di Masjidil Haram.
Mereka sedang melakukan persiapan di menit-menit terakhir, sebelum haji 2020 dimulai. Lokasi yang biasanya dipenuhi 2,5 juta jamaah haji, kini hanya menerima 1.000 jamaah. Mereka merupakan ekspatriat dan warga Arab Saudi yang diberi izin menjalankan ibadah haji di tengah pandemi Covid-19.
Seribu jamaah yang terpilih telah melakukan tes Covid-19. Mereka juga menjalankan karantina mandiri di kamar hotel di Makkah, yang telah disediakan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi.
Kepala Perencana di Kementerian Haji, Amr Al-Maddah, menyebut untuk haji kali ini, dilakukan banyak inovasi dalam hal teknologi. Beragam teknologi terbaru digunakan, seperti kartu identitas elektronik dan alat pemindai panas.
"Saat ini, teknologi adalah kuda hitam kami untuk mengembangkan seluruh perjalanan haji. Kami mengambil setiap langkah yang dimungkinkan, untuk memastikan haji kali ini berakhir dengan nol kasus Covid-19 dan juga nol kematian," kata al-Maddah, yang juga berstatus sebagai seorang insinyur elektronik dengan gelar Ph.D, dalam robotika dan kecerdasan buatan, dilansir di Tribtown, Rabu (29/7).
Sebelum jamaah haji memasuki Makkah, mereka diberikan gelang oleh Kementerian Kesehatan Arab Saudi. Gelang ini berfungsi untuk memantau pergerakan dan memastikan karantina wajib diperhatikan.
Sementara, pemindai termal atau suhu digunakan di seluruh situs suci untuk memantau suhu jamaah yang datang. Setiap jamaah dimasukkan dalam kelompok yang berjumlah sekitar 20 orang lainnya. Seorang pemimpin kelompok ditugaskan membimbing mereka menuju setiap lokasi pada waktu tertentu.
Setiap kelompok memiliki jadwalnya sendiri untuk menghindari kerumunan di tempat-tempat suci, seperti Masjidil Haram. Di masjid ini, umat Islam mengelilingi Ka'bah dan mengikuti jalan yang ditempuh oleh istri Nabi Ibrahim, Hajar, yang diyakini umat Islam berlari di antara dua bukit untuk mencari air bagi putranya yang sedang sekarat.
Sementara di Gunung Arafat, di mana Nabi Muhammad menyampaikan khutbah terakhirnya hampir 1.400 tahun yang lalu, jamaah akan menghabiskan harinya untuk berdoa. Kegiatan ini berlangsung Kamis (30/7) esok, sembari tetap mengenakan kartu identitas berteknologi tinggi yang terhubung ke aplikasi pada ponsel mereka.
Kartu identitas dan aplikasi ini memungkinkan pemerintah dengan mudah memantau peziarah. Selain itu, jamaah dimudahkan dalam menjangkau pemimpin kelompok dan membuat permintaan makanan khusus.