REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai lokasi jamaah haji mendengarkan khutbah, masjid Namira di Arafah nyatanya memiliki sejarah yang cukup panjang. Masjid tersebut, didirikan di sebuah tempat di mana Rasulullah sempat mengerjakan sholat zhuhur dan Ashar secara jama’ dan qashar.
Mengutip Buku Sejarah dan Peradaban Islam oleh Salamah Muhammad, sholat itu dilakukan pada waktu zhuhur di hari Arafah. Di waktu bersamaan, Rasulullah juga disebut berkhutbah untuk melakukan risalah.
Berdasarkan cerita setempat, masjid ini juga menjadi tempat yang dilalui Rasulullah saat pertama kali berhaji. Pernah dikisahkan, pada 9 Dzulhijah, saat Rasulullah berhaji, beliau sempat mendirikan tenda dan kemudian membangun masjid, yang diberi nama Namira.
Pada awalnya, di sana tak ada bangunan semegah saat ini. Terlebih, sebagian lokasi dari bangunan masjid itu berada di luar tanah Arafah. Bangunan yang kini menjulang megah tersebut, merupakan bangunan dari Raja Saud.
Masjid yang terletak di padang pasir Arafah itu berada sekitar 22 kilometer arah timur Kota Makkah. Masjid itu ditaksir memiliki luas 110 ribu meter persegi, dengan panjang sekitar 340 meter dan lebarnya 240 meter.
Di dalamnya ada enam menara besar yang menjulang sekitar 60 meter. Ada juga 10 pintu masuk utama dan 64 lainnya di masjid tersebut. Pada hari biasa, 350 ribu jamaah bisa tertampung di sana, namun ketika musim haji tiba, masjid itu bisa menampung lebih banyak.
Luasnya masjid yang bisa menampung banyak jamaah itu, tak terlepas dari 12 proyek pembangunan di 2001 yang menghabiskan dana sekitar 144 juta riyal. Selain itu, Kerajaan juga sempat melakukan renovasi dengan anggaran biaya sekitar 5,8 juta riyal, di luar biaya peralatan dan kebutuhan lainnya.