REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Supermarket atau dikenal dengan pasar modern sering kali menjual berbagai macam produk tanpa memperhatikan halal dan haram. Sistem penjualannya pun banyak yang belum menggunakan sistem ekonomi syariah.
“Padahal, label halal pada toko yang menjual juga sangat penting untuk menjaga rasa aman umat Islam yang membelinya,” ujar Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim.
Pasalnya, beberapa supermarket memang menjual produk haram, seperti daging babi. Saat ini, supermarket yang menjual bahan-bahan haram memang ditandai dengan penamaan yang jelas.
Sehingga, konsumen pun dapat membedakan daging yang haram maupun tidak. Hal yang dikhawatirkan bercampurnya yang halal dan yang haram, yakni ketika penempatan daging sebelum ditampilkan pada etalase.
Karenanya, memerlukan sistem penjualan sesuai syariah dan merujuk kehalalan. “Produk-produk yang halal dan haram memang harus dipisahkan sejak datang di supermarket hingga ditampilkan untuk konsumen,” katanya.
Saat ini, ada beberapa supermarket yang telah berkoordinasi dengan LPPOM MUI untuk mengajukan sistem penjualan halal sesuai syariah. Rencana penerapan sistem syariah dalam supermarket dapat diterapkan bergantung pada pemilik supermarket sendiri. Pihaknya tidak dapat memaksakan penggunaan sistem tersebut karena belum ada undang-undang yang mengikat.
Sistem syariah penjualan supermarket pun saat ini sedang dikaji oleh LPPOM. Tentu sistem tersebut harus sesuai dengan sistem ekonomi syariah yang dianut oleh umat Islam.
Kepala Pusat Bisnis dan Ekonomi Syariah FE UI Mustafa Edwin Nasution mengatakan, sistem syariah di supermarket memang sangat penting. Begitu juga pelabelan halal, baik supermarket maupun setiap produk yang dijualnya.
“Sistem syariah sangat besar manfaatnya bagi konsumen dan juga meningkatkan keuntungan penjualan,” ujar Mustafa. Sistem syariah dalam supermarket dapat menghindari pemilik dari kebohongan atau kepalsuan.
Supermarket dengan sistem syariah tentu hanya menawarkan produk yang sesuai dengan fungsi dan kegunaannya. “Karena saat ini marak sekali produk yang diiklankan tetapi tidak sesuai dengan kenyataannya,” kata Mustafa.
Dengan sistem syariah secara tidak langsung berpengaruh pada karakter pedagang yang bersikap jujur. “Pedagang tidak akan berbohong mengenai kualitas produk, bahan yang digunakan, dan harga yang pantas untuk sebuah produk,” ujarnya memaparkan.
Hal itu disebabkan mereka merasa bahwa sistem syariah merupakan sistem Islam dengan menjunjung tinggi kejujuran. Ini sesuai dengan yang diteladankan Nabi Muhammad SAW yang bekerja sebagai seorang pedagang.
Supermarket dengan sistem syariah pun secara otomatis menjual produk hanya yang berlabel halal. Sehingga, umat Islam dapat berbelanja dengan aman. Mereka tidak perlu mengkhawatirkan barang yang dikonsumsi tercemar barang haram.
Saat ini, memang baru segelintir supermarket yang menggunakan sistem syariah. “Saya pernah melihat hanya hitungan jari supermarket dengan sistem syariah di Medan dan Jakarta,” kata Mustafa.
Meski masih sedikit, kini pengusaha supermarket mulai melirik sistem halal dan syariah. Dengan menerapkan keduanya, ada jaminan keamanan dan kehalalan produk. Minat menerapkan sistem supermarket halal terus tumbuh di setiap kota di Indonesia.
Pemerintah juga seharusnya ikut turun tangan untuk membantu dalam penerapan sistem syariah dalam supermarket. “Seperti di Genting Island, Malaysia, pemerintahnya mewajibkan setiap supermarket untuk mencantumkan label halal dan juga label haram,” ujarnya.
Hingga saat ini, belum dapat dipastikan kuantitas supermarket yang menggunakan sistem syariah dan label halal. Pihaknya berharap sistem tersebut tidak hanya diterapkan dalam sistem ekonomi pasar modern seperti supermarket, tetapi juga pasar tradisional.
*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Jumat, 28 Maret 2014