Rabu 12 Aug 2020 09:48 WIB

Islam Himalaya Dikenal Sejak Abad Era Kekhalifahan

Islam di Himalaya.

Kesibukan masyarakat Muslim di Himalaya.
Foto: google.com
Kesibukan masyarakat Muslim di Himalaya.

REPUBLIKA.CO.ID, Wilayah pegunungan Himalaya dujuluki sebagai atap dunia karena berada di tempat tertinggi di dunia. Di sana ada gunung Everst yang menjulang ke langit. Puncaknya merupakan yang tertinggi di dunia.

Di wilayah itu, meski tak jauh dari wilayah negara berpenduduk Muslim seperti Asia Tengah, India, dan Pakistan, pemeluk Islam di sana masih minoritas. Namun, secara historis bangsa Tibet yang menghuni wilayah Himalaya dan Islam ternyata memiliki hubungan yang erat. Sejak abad ke-8 M, umat Islam telah menjalin hubungan politik, perdagangan dan kebudayaan dengan Tibet.

Tak heran, bila nama Tibet kerap disebut para sejarawan Islam di era kekhalifahan. Sejarawan Yaqut Hamawi, Ibnu Khaldun, dan Tabari menyebut nama Tibet dalam tulisannya. Bahkan, Yaqut Hamawi dalam bukunya bertajuk Muajumal Buldan (Ensiklopedia Negara-negara) menyebut Tibet dengan tiga sebutan yakni, Tabbat, Tibet, dan Tubbet.

Ajaran Islam mulai bersemi di Tibet pada era kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz I (717 M - 720 M) dari Dinasti Umayyah. Umar mengirimkan utusannya ke pegunungan Himalaya setelah mendapat permintaan dari delegasi Tibet dan Cina untuk menyebarkan Islam di negeri itu. Khalifah pun lalu mengirimkan Salah bin Abdullah Hanafi ke Tibet.

Itulah awal mula ajaran Islam berkembang di Tibet. Ketika Dinasti Umayyah digulingkan Abbasiyah, para penguasa Baghdad tetap menjalin hubungan dengan Tibet. Orang Muslim di Tibet mendapat julukan ‘Khachee’ yang berarti orang Kashmir. Masyarakat Tibet menyebut bangsa Kashmir dengan panggilan ‘Kachee Yul’.

Kachee alias orang Muslim merupakan kelompok minoritas di Tibet yang didominasi pengikut Budha. Meski Kachee bukanlah orang Tibet asli, ternyata mereka lebih diakui sebagai bagian dari masyarakat Tibet, ketimbang Muslim Hui yang berasal dari Cina yang biasa disebut Kyangsha. Muslim Tibet tersebar di seluruh negeri Tibet.

Sebagian besar Muslim Tibet menetap di ibu kota Lhasa dan Shigatse — kota terbesar kedua di Tibet. Muslim Tibet boleh dibilang memiliki keunikan tersendiri. Sebagian besar dari penganut Islam berasal dari keturunan Kashmir, Persia, atau Arab melalui garis keturunan ayah. Darah Tibet mengalir melalui garis keturunan ibu. Maka, tak heran banyak dari mereka yang bernama depan Tibet namun nama keluarganya Persia.

Hal itu terjadi lantaran Tibet berbatasan dengan Kashmir dan Turkistan Timur. Konon, imigran Muslim dari Kashmir dan Ladakh pertama kali memasuki wilayah Tibet sekitar abad ke-12 M. Secara perlahan, pernikahan dan interaksi sosial antara imigran Muslim dengan masyarakat Tibet telah membuat populasi di sekitar kota Lhasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement