REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dinasti al-Murabitun berhasil menguasai Aljazair pada 1080-an. Pemimpin ekspansi dinasti itu, Yusuf ibnu Tashfin, lalu mendirikan Kota Tagrart pada 1082. Kota itu lalu dikenal dengan nama Tlemcen. Bangunan pertama yang dibangun di kota itu adalah masjid.
Kini, masjid peninggalan Dinasti al-Murabitun itu dikenal sebagai Masjid Agung Tlemcen. Masjid itu dibangun sebagai tempat pelaksanaan shalat wajib lima waktu, terutama shalat Jumat. Sayangnya, tidak ada informasi yang menjelaskan bagaimana bentuk masjid tersebut usai dibangun pertama kali.
Struktur bangunan yang dapat ditemukan sekarang merupakan sisa pekerjaan pembangunan di bawah pimpinan penerus Ibnu Tashfin, Ali Ibnu Yusuf (1106-1142), yang tak lain adalah putranya. Sebuah prasasti menyebutkan, masjid itu selesai dibangun pada 530 Hijriah atau 1136 Masehi. Itu artinya, Masjid Raya Tlemcen telah berusia hampir sembilan abad. Bangunan masjid itu merupakan satu dari sejumlah masjid peninggalan al-Murabitun yang masih terpelihara.
Masjid ini memiliki rancangan dasar berbentuk pentagon atau segi lima dengan ukuran sekitar 60 x 50 meter dan terdiri atas dua bagian. Ruang shalat berbentuk persegi panjang yang dibuat dari 13 lorong paralel membujur tegak lurus dengan dinding arah kiblat. Bentuk ini merupakan tipikal masjid-masjid dengan rancangan berbentuk "T" di Afrika Utara.
Masing-masing lorong memiliki lebar yang dapat menampung tiga saf jamaah. Lorong-lorong tersebut merupakan susunan lengkungan tapal kuda yang saling berpotongan dengan gang beratap yang melintang dengan lengkungan bercuping banyak. Struktur ini bertujuan membangun secara visual sebuah hierarki spasial internal.
Lengkungan-lengkungan bercuping itu menjadi fitur penting arsitektur al-Murabitun yang dapat disaksikan pada sejumlah bangunan Maroko dan Andalusia, seperti Masjid Al-Qarawiyyin atau Al-Kasar di Seville, Spanyol. Lengkungan-lengkungan bercuping yang terletak di bagian tengah itu mengarah langsung ke mihrab. Lengkungan-lengkungan di bagian ini lebih mencolok dari lengkungan di lintang lainnya karena berhias lukisan ukir dengan dominasi warna hijau.
Dinding-dinding lengkungan itu seluruhnya ditopang oleh tiang rendah segi empat. Selain itu, dua dari 13 ruang di antara empat sisi lengkung paralel pada lintang tengah dihiasi kubah di bagian atasnya. Salah satunya memiliki desain mengagumkan dan terletak tepat sebelum mihrab.
Kubah tersebut tersusun oleh tembok rusuk berukir yang berpotongan antara satu dan lainnya. Susunan itu membentuk sebuah pola berbentuk bintang yang indah. Sebanyak 16 rusuk yang saling bertautan menghasilkan bentuk bintang itu terbuat dari potongan batu bata yang disusun dengan hati-hati.
Beberapa penulis berpikiran bahwa dulunya kubah tersebut terbuat dari kayu yang diukir. Masing-masing rusuk yang ramping itu berpotongan beberapa kali dengan rusuk lainnya hingga menghasilkan bagian tengah bersudut 16. Bagian ini dihiasi dan diramaikan ornamen dekorasi khas Islam (muqarnas).
Selain itu, permukaan antara rusuk-rusuk tersebut menghasilkan turap berukir yang indah dengan latar ukiran bermotif tumbuhan. Bagian bawah lingkar kubah berbentuk persegi yang menyertainya serupa dengan gaya Cordoba yang dapat ditemukan pada Masjid Raya Cordoba.
Pengaruh Cordoba lain yang dapat ditemukan dalam masjid ini adalah mihrabnya, dengan pintu menuju ceruk yang juga berbentuk lengkungan tapal kuda. Lengkungan tersebut dibingkai oleh barisan kaligrafi warna emas dengan dasar berwarna hijau dan putih. Bangunan mihrabnya memiliki ornamen yang secara kuat dipengaruhi seni Andalusia, dengan corak yang didominasi bentuk mawar dan pohon palm (kurma).
Para ahli arsitektur menganggap pengaruh Cordoba di Masjid Raya Tlemcen bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Sumber-sumber sejarah mengindikasikan bahwa Yusuf bin Tashfin dan Ali Ibnu Yusuf, putranya, membawa tukang dan juga arsitek dari Cordoba ke Fez selama proses pembangunan masjid tersebut.
Pada abad 13 dilakukan pengembangan bangunan masjid dengan menambahkan area berbentuk trapesium di sebelah timur bangunan utama masjid. Bagian ini terdiri atas halaman dan beranda bertiang.
Proses pembangunan bagian tersebut diselesaikan pada masa kekuasaan Yaghmurasan Ibnu Zayyan pada 1236. Istana yang terletak berdekatan dengan masjid itu membatasi area perluasan. Akibatnya, bangunan masjid dibuat menyudut hingga menghasilkan bentuk yang tidak simetris tersebut.
Sebuah menara berbentuk prisma persegi yang merupakan tipikal bangunan Afrika Utara ditambahkan pada proses pengembangan tersebut. Letak menara berdekatan dengan halaman masjid dan berhadapan dengan dinding sisi timur ruang shalat. Tata letaknya itu serupa dengan letak menara beberapa masjid di al-Qayrawan (Tunisia) dan Kutubiya (Maroko).
Dengan fitur-fitur arsitektural di atas, Masjid Raya Tlemcen merepresentasikan sebuah contoh bangunan unik di Afrika, khususnya di Aljazair. Secara keseluruhan, masjid ini merupakan sebuah karya besar di bidang arsitektur. Situs muslimheritage.com menyebutkan, teknik-teknik yang diperkenalkan dalam konstruksi kubah mihrabnya merupakan yang paling inovatif. Teknik-teknik tersebut ada di balik perkembangan kubah rusuk Gotik yang menjadi dasar bagi kebangkitan arsitektur Eropa.
Fitur penting lainnya adalah skema visual yang diperkenalkan melalui penggunaan lengkungan tapal kuda untuk lorong-lorong yang membujur tegak lurus dengan dinding kiblat. Ditambah lengkungan bercuping yang melintang membentuk semacam gang yang terhubung dengan lorong-lorong tersebut, fitur itu menjadi inovasi arsitektur yang ditiru para penerus al-Murabitun saat membangun masjid-masjid di Maroko dan Aljazair.
Sejak lama, Masjid Raya Tlemcen menjadi salah satu landmark Tlemcen dan banyak dikunjungi wisatawan yang ingin melihat masa lalu kota tua itu. Keberadaannya sekaligus menjadi monumen bagi eksistensi Dinasti al-Murabitun yang berperan membentuk Aljazair.
*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Minggu, 18 Desember 2011