REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah memerlukan kerja keras karena indeks literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia masih rendah yakni di bawah 10 persen.
"Indeks itu mencerminkan bahwa kita perlu bekerja keras untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Tanah Air," kata Ma'ruf Amin saat menyampaikan pidato pada perayaan Tahun Baru Islam yang diselenggarakan LinkAja secara virtual dari Jakarta, Selasa.
Merujuk pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ma'ruf mengatakan tingkat literasi keuangan syariah baru mencapai 8,93 persen dan indeks inklusi keuangan syariah sebesar 9,1 persen. Angka tersebut cukup rendah mengingat Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia.
Untuk meningkatkan kemampuan dan jumlah pengguna jasa keuangan syariah tersebut, Ma'ruf Amin meminta seluruh penyelenggara jasa keuangan syariah untuk memperluas layanannya dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.
"Dengan indeks yang masih rendah memberikan kita peluang untuk melakukan perluasan layanan keuangan syariah, khususnya menggunakan basis teknologi digital kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia," tukasnya.
Pemerintah juga telah menerbitkan regulasi yang dapat mendorong perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, melalui Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional dan Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).
Tugas dan fungsi KNEKS menjadi semakin luas dengan tidak hanya mengutamakan pada peningkatan aset keuangan syariah, melainkan juga mendorong sektor riil industri halal, kata Ma'ruf.
Oleh karena itu, dengan potensi populasi muslim terbesar serta didukung dengan regulasi dan layanan jasa keuangan syariah berbasis teknologi; Ma'ruf berharap Indonesia dapat menjadi referensi industri halal dan keuangan syariah bagi negara lain. "Kita bercita-cita agar Indonesia dapat menjadi pusat keuangan syariah dan industri halal tingkat dunia," ujar Wapres.