REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM-- Sudan dan Ethiopia belakangan ini telah mulai sepakat untuk menyelesaikan perselisihan mereka mengenai pengaturan air sungai Nil. Hal ini terkait mengenai adanya pembuatan bendungan raksasa sungai Nil atau yang diberi julukan 'Bendungan Renaisans Besar Ethiopia' (GERD).
Hal itu ditegaskan seorang juru bicara Sudan pada hari Selasa kemarin, seperti yang dilansir laman Anadolu Agency. Pembangunan bendungan ini memang telah lama memancing pro kontra dari tiga negara utama pengguna air sungai Nil, yakni Ethiopia, Sudan, dan Mesir. Mereka terus berselisih paham sampai mengundang pihak ketiga, seperti Amerika Serikat dan PBB untuk menengahi.
Mengapa ketiga negera tersebut ribut? Itu karena air sungai nil adalah sumber kehidupan utama di negara mereka. Tak hanya untuk kebutuhan sehari-hari, ketersediaan pasokan air Sungai Nil sangat vital bagi hewan dan pertanian di negaranya. Tak ada air sungai Nil, jelas akan membuat ketiga negeri tersebut binasa dan tinggal hanya sebagai wilayah padang pasir belaka.
Dalam pernyataan bersama setelah pertemuan antarperdana menteri negara, Menteri Penerangan Sudahm Faisal Mohamed Salih mengatakan bahwa kedua tetangga juga setuju untuk menghentikan konfrontasi perbatasan dan mencari solusi permanen untuk sengketa perbatasan mereka.
Tetangga regional Sudan, Mesir, dan Ethiopia terus berselisih tentang pembangunan GERD, terutama tentang masalah pengisian dan pengoperasiannya.
Salih, juru bicara pemerintah transisi Sudan, menambahkan bahwa dua perdana menteri, Abdalla Hamdok dari Sudan dan Abiy Ahmed dari Ethiopia, juga membahas cara untuk meningkatkan hubungan ekonomi bilateral.
Ahmed tiba di ibu kota Sudan, Khartoum, pada Selasa untuk melakukan pembicaraan dengan Hamdok dan Abdul Fatah Alburhan, kepala Dewan Kedaulatan Sudan. Kunjungannya dilakukan seminggu setelah Perdana Menteri Mesir Mustafa Madbouli mengunjungi Sudan untuk berunding.
Alburhan pada hari Senin mengatakan tentara Sudan akan merebut kembali semua wilayah perbatasan Sudan yang disengketakan, seperti Alfashaga dari Ethiopia dan Halaybe yang diklaim oleh Mesir.
Dan Mesir sendiri, melaui Presidennya Abdul Fattah as-Sisi sudah berulang kali bicara keras. Dia berharap ketiga negara terkait itu bisa berkompromi dan saling menghargai. Air sungai nil itu anugerah untuk semua negara, bukan hanya bagi negara tertentu.