REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso memastikan akses informasi terhadap sertifikasi halal berjalan secara terbuka. Salah satu contohnya, dia mengatakan, BPJPH telah membuka layanan call center.
"Kalau disebut enggak terbuka itu di mana, wong UU-nya (Undang-Undang Jaminan Produk Halal) diberikan secara gratis. Kita mengakui kita harus menyusun banyak hal, maka perlu seni bagaimana mengkomunikasikannya," kata dia dalam webinar bertajuk "Wajibnya Sertifikasi Halal Bagi Bisni Rumahan" yang digelar Global Muslimpreneur Indonesia, Jumat (4/9).
BPJPH, lanjut Sukoso, tentu tidak ingin proses untuk sertifikasi produk halal ini memberikan ketidaknyamanan. Dia juga memastikan, bahwa BPJPH hingga saat ini tidak boleh memungut serupiah pun dari sertifikasi halal.
"Tidak ada dan tidak boleh bagi BPJPH memungut serupiah pun karena belum ada keputusan dari Kementerian Keuangan (terkait tarif sertifikasi halal). Karena ketika ada biaya, maka harus ada landasan hukumnya," tutur dia.
Soal tarif sertifikasi halal ini, terang Sukoso, BPJPH belum menerima keputusan dari Kemenkeu soal tarif tersebut. "Artinya, betapa bahwa ini harus dibicarakan lintas kementerian, ada alur birokrasi yang harus dilewati," jelasnya.
Sukoso juga menegaskan, BPJPH akan menerapkan sistem yang good governance. "BPJPH akan mengusung good governance, menolak semua hal di luar Undang-undang," ungkapnya.
Dia mengingatkan, menjadi pengusaha itu ada rambu-rambunya seperti menggunakan kendaraan di jalan raya. Jika melanggar maka akan dikenakan tilang. Rambu untuk pengusaha itu ditentukan oleh pemerintah.
"Semua kehidupan diatur dengan aturan. Siang dan malam diatur dengan hukum Allah. Sementara di dunia diatur berdasarkan kesepakatan bersama," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia Bimo Presetio menyampaikan, pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) membutuhkan kemudahan akses informasi soal sertifikasi halal. Dia mengatakan, masih banyak pelaku UMK yang kesulitan mengakses informasi bagaimana menyertifikasi produk halal mereka.
"Masih banyak yang bertanya ke organisasi kami, karena sudah googling itu kok enggak ketemu. Apalagi jika masih secara offline," kata dia.
Bimo mencontohkan, informasi terkait lamanya proses sertifikasi pun berbeda-beda. Ada yang mengatakan 6 bulan, ada pula yang menyebut membutuhkan waktu sampai 1 tahun. Karena itu, menurut dia, sebaiknya informasi sertifikasi halal ini dibuat secara terpusat dan daring.
"Karena kami butuh kepastian, misalnya masalah persyaratan, prosedur, dan jangka waktu. Kalau tidak ada kepastian, itu berdampak pada bisnis. Termasuk juga kemudahan akses informasi agar pelaku usaha bisa mengambil keputusan dengan cepat dengan informasi yang tepat," tuturnya.