REPUBLIKA.CO.ID,GARUT -- Masjid Jami Daarul Muttaqin di Garut tak pernah sepi dari pengunjung. Didirikan pada 15 Oktober 2001, Masjid DM, begitu rumah ibadah ini dijuluki, memang sudah dikonsep sebagai mesjid yang penuh "kemakmuran" sejak awal. Kemakmuran yang dimaksud, adalah banyaknya aktivitas yang dilakukan di masjid.
Herry Syamsudin, ketua Dewan Kemakmuran Mesjid (DKM) Mesjid DM, mengungkapkan konsep dasar pembangunan mesjid berlantai dua itu adalah sebagai pusat kegiatan umat. "Penggagasnya, yakni Drs Mohammad Zainudin LC dan H Ejeb Syamsudin, saat itu memang sudah dibicarakan bahwa kehadiran mesjid DM secara fisik harus bisa membawa warna tersendiri bagi umat," ujarnya.
Berbekal tanah wakaf seluas 770 meter persegi yang disumbangkan H Ejeb Syamsudin seluas, pembangunan mesjid yang berjarak sekitar 3 km dari pusat Pemerintahan Kabupaten Garut itu akhirnya benar-benar terealisasi sembilan bulan kemudian. Biaya yang dihabiskan untuk pembangunan itu mencapai Rp 750 juta lebih.
Tidak semua tanah yang diwakafkan dijadikan bangunan mesjid. Menurut Herry, hanya sebagian saja yang dimanfaatkan untuk dibangun mesjid. Untuk bangunan utama dua lantai, kata dia, luas lahan yang digunakan adalah 225 meter persegi. "Di situlah pusat kemakmuran dikonsepkan."
Selain bangunan utama, komplek mesjid yang berasitektur unik dengan mencampurkan unsur kebudayaan Jawa, Sunda, dan Timur Tengah itu, terdapat juga "anak" bangunan di bagian belakang. Bangunan itu kini difungsikan sebagai sekretariat DKM.
Konsep "kemakmuran" yang diusung dua penggagas mesjid saat pendirian rupanya benar-benar diwujudkan oleh pengelola mesjid melalui Yayasan Darul Muttaqin. Sejak tiga tahun lalu, beragam kegiatan digeber yayasan ini. "Tidak hanya aktivitas keagamaan saja, seperti ibadah shalat, taklim, dan kursus tafsir, heterogenitas aktivitas mesjid juga tercermin dari diselenggarakannya pelbagai kursus mata pelajaran," jelas Herry.
Selain aktivitas taklim yang rutin diselenggarakan pada Sabtu dan Selasa sore hingga malam, juga diselenggarakan taklim tafsir Alquran yang rutin diselenggarakan setiap malam dan dihadiri jamaah laki-laki. Selain itu juga, Herry mengungkapkan, setiap hari ba'da maghrib diselenggarakan juga taklim khusus anak-anak.
Setiap Ahad juga digelar semacam diskusi yang rutin dihadiri mahasiswa dari pelbagai perguruan tinggi yanga ada di Garut. Selain itu juga, sambung ia, diselenggarakan juga kursus bahasa Inggris yang tutornya adalah beberapa mahasiswa jurusan Bahasa Inggris STKIP Garut. Terapi herbal juga diselenggarakan di masjid ini sepekan sekali.
Pada prinsipnya, Herry menjelaskan, semua aktivitas masyarakat yang sifatnya positif bisa saja digelar di mesjid tersebut. Asal, ia mensyaratkan, kegiatan yang akan diselenggarakan itu tidak bertentangan dengan syara. "Dan tentu saja melayangkan permohonan izin dulu kepada DKM."
Seorang pengurus lainnya, Alan, DKM juga merencanakan pembangunan perpustakaan yang dikhususkan untuk jamaah masjid. Saat ini, sambung ia, secara personal, masing-masing pengurus DKM dan yayasan sudah mulai mengumpulkan buku-buku yang disiapkan untuk kebutuhan perpustakaan. Selain itu juga saat ini tengah dibangun BMT (Baitul Mal Wattamwil) yang lokasinya ada di depan mesjid. "Ke depannya, diharapkan kawasan mesjid bisa menjadi penyedia kebutuhan untuk masyarakat," ujarnya.
*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Jumat, 29 Desember 2006