REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Selama ini, Australia dikenal dalam bidang ekonomi Islam global, salah satunya sebagai negara pengekspor makanan halal. Seperti tahun lalu, penjualan daging senilai 1,45 miliar dolar AS dilakukan ke negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), hingga produk makanan lainnya seperti sereal dan susu yang bernilai 1,72 miliar dolar AS.
Di dalam negeri, ekonomi Islam domestik Australia ternyata tidak kalah monarki. Akan ada peluncuran bank Islam ritel lengkap yang pertama di negara itu, yang dinamai sebagai Islamic Bank Australia (IBA).
Diharapkan IBA dapat menerima lisensi perbankan dari Australian Prudential Regulation Authority (APRA) pada awal 2021. Sempat terjadi penundaan akibat pandemi virus corona jenis baru (Covid-19) yang terjadi saat ini.
“Covid-19 membuat penundaan yang tak terugga, tapi kami berupaya mendapatkan segera lisensi dan melakukan peluncuran. Kami telah memiliki daftar tunggu yang kuat dan akan terus mendukung pelanggan,” ujar CEO IBA Dean Gillespie, dilansir Salaam Gateway, Sabtu (26/9).
Setelah dilisensikan, aplikasi perbankan IBA akan tersedia di Android dan Ios Apple. Pengguna akan dapat mendaftar dengan SIM, paspor atau bentuk identifikasi lainnya. Pemberi pinjaman juga berencana untuk membuka cabang fisik di Sydney, New South Wales, di mana kantor pusat bank berada.
Gillespie mengatakan deposito berjangka ritel, serta pembiayaan rumah melalui murabahah dan musyarakah akan menjadi yang ditawarkan oleh IBA. Tujuan jangka panjangnya adalah menawarkan dana yang dikelola, pembiayaan usaha kecil, dan layanan konsultasi, serta zakat dan wakaf dalam.
Bank Islam ritel ini pertama kali dimulai pada 2012 ketika didirikan oleh sekelompok Muslim Australia. Namun, proyek benar-benar berjalan pada 2017 dan 2018. Sekelompok investor Muslim Australia menyediakan 50 persen dari modal. Separuh lainnya berasal dari investor yang dirahasiakan yang berbasis di Uni Emirat Arab (UEA).
Modal awal IBA dilaporkan adalah 20 juta dolar Australia atau sekitar 14,6 juta dolar AS. Menurut CEO Amanie Advisors yang berbasis di Dubai Maya Marissa Malek, Australia menjadi negara yang kondusif bagi keuangan Islam dengan melimpahnya aset riil, stabilitas ekonomi, kerangka hukum yang kuat, terutama dengan investasi di ruang ekuitas swasta.
Target pelanggan IBA adalah populasi Muslim Australia yang terus berkembang. Menurut sensus penduduk pada 2016, umat Islam membentuk populasi hingga 2,6 persen dari 26 juta total penduduk.
“Ini kemungkinan akan meningkat menjadi tiga persen pada sensus berikutnya pada 2021. Selain itu, sekitar 40 persen populasi Muslim lahir di Australia, di mana sekitar 60 persen adalah imigran,” kata Gillespie.
Selain Muslim, Gillespie mengatakan IBA juga menargetkan pelanggan etis yang tidak puas dengan pemberi pinjaman yang ada. Dari segi demografi, pelanggan digital biasanya berusia antara 20-50 tahun, karena itu bank ini secara khusus menargetkan orang-orang berusia 20-an dan 30-an yang ingin memiliki simpanan.
Reaksi industri dan pelanggan terhadap IBA secara keseluruhan positif. Halima Tatiana Craven, warga di Melbourne, yang juga merupakan spesialis makanan dan minuman untuk perusahaan global pemasok peralatan ke sektor perhotelan, mengatakan sangat tertarik dengan IBA.
“Saya terkejut butuh waktu lama bagi bank Islam untuk dibentuk di Australia. Saya akan melihatnya jika tersedia. Populasi Muslim tidak terlayani dengan baik,” kata Craven.
Meski demikian, IBA diprediksi tetap akan menghadapi tantangan. Sebagai pasar keuangan Islam yang relatif muda, disebutkan beberapa kontrak dan struktur Syariah yang banyak digunakan menghadapi tantangan implementasi agar sesuai dengan kerangka hukum.
Selain penerapannya, sistem pajak Australia membuat produk dan layanan Islami lebih mahal. Penting untuk memastikan kerangka hukum membuat keuangan Islam kompetitif dan dapat beroperasi pada tingkat yang setara dengan keuangan konvensional.