REPUBLIKA.CO.ID, Oleh KH Didin Hafidhuddin
Dua ibadah utama yang terjadi pada setiap bulan Dzulhijah ibadah haji (QS Ali Imran [3]: 97) dan Idul Adha yang disertai penyembelihan hewan kurban pada 10-13 Dzulhijah (hari-hari tasyrik) merupakan bentuk ketundukan kepada ketentuan Allah SWT dan rasul-Nya serta pengingat terhadap kisah keluarga Nabi Ibrahim AS. Beliau dengan istrinya Siti Hajar dan anaknya (Ismail) di samping istri yang kedua Siti Sarah dan anaknya Ishaq adalah contoh keluarga yang berhasil membangun kehidupan atas dasar keyakinan kepada Allah SWT. Mereka juga dapat membangun idealisme dan cita-cita yang sangat tinggi disertai dengan pengorbanan yang tanpa mengenal pamrih, kecuali hanya mengharap ridha Allah SWT.
Pilar-pilar yang dibangun oleh keluarga teladan ini diungkapkan oleh Allah SWT secara perinci pada QS ash-Shaffat [37]: 99-112. Pertama, memiliki visi dan misi yang jelas, yaitu saling menjaga dan saling memelihara dalam ketaatan kepada Allah SWT. Nabi Ibrahim sebagai sang ayah pergi berdakwah ke berbagai pelosok untuk menyebarkan risalah Allah SWT. Siti Hajar, sang istri, dengan ikhlas mendukung kegiatan ini sekaligus memberikan dorongan dan doa restunya agar perjalanan suaminya mendapatkan keberkahan Allah SWT.
Kedua, selalu berdoa dan memohon kepada Allah SWT agar mendapatkan anak dan keturunan yang saleh dan salehah sebagai pewaris dan penerus perjuangan orang tuanya. Tentu, mereka diharapkan juga mampu mendirikan shalat dengan sebaik-baiknya.
Ketiga, membangun keyakinan terhadap turunnya pertolongan Allah SWT yang dilandasi dengan kegigihan berusaha dan berikhtiar. Sebagai contoh, ketika mencari air untuk memenuhi kebutuhan anaknya yang masih kecil (Ismail), Siti Hajar berlari-lari kecil antara Bukit Safa dan Bukit Marwah. Dengan izin-Nya, akhirnya keluarlah mata air yang tidak pernah diduga sebelumnya, yaitu air zamzam.
Keempat, membudayakan diskusi dan musyawarah antara sesama anggota keluarga sehingga timbul pemahaman dan pengertian yang baik. Sebagai contoh, ketika bermimpi untuk menyembelih anaknya (yang diyakininya sebagai perintah Allah SWT), Nabi Ibrahim dalam implementasinya tetap berdialog dan berkomunikasi dengan anaknya. Lalu, keduanya melaksanakan ketentuan Allah SWT ini dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
Kelima, membangun semangat berkorban untuk menumbuhkan kecintaan kepada Allah SWT dan kecintaan kepada sesama manusia. Inilah beberapa pilar utama dalam membangun keluarga yang kuat yang telah dicontohkan oleh keluarga Nabi Ibrahim AS untuk dijadikan pelajaran dan suri teladan orang-orang yang beriman yang menginginkan keluarganya bahagia dan sejahtera atas dasar ketundukan dan kepatuhan kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam QS al-Mumtahanah [60]: 4, Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.” Wallahu a’lam.