REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kawasan Industri Halal (KIH) ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian bersama-sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). BPJPH akan ikut andil sebagai tim verifikasi bersama dengan MUI dalam tata cara memperoleh surat keterangan pembentukan KIH yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2020.
Dalam Undang-Undang tersebut, proses tim verifikasi yakni melakukan verifikasi dokumen dalam rangka pembentukan KIH. BPJPH juga membuka layanan sertifikasi halal bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Untuk para UMKM yang ingin mendapatkan sertifikat halal, dapat melalui beberapa tahapan. Ketua BPJPH, Sukoso menjelaskan alur pertama yakni pelaku usaha mengajukan permohonan sertifikasi halal. Lalu akan ada pemeriksaan dokumen pemohonan maksimal sepuluh hari kerja. Kemudian penetapan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dengan menetapkan LPH berdasarkan pilihan pemohon.
“Setelah itu akan ada pengujian atau pemeriksaan produk selama 40 sampai 60 hari kerja oleh LPH. Baru nanti ada pengecekan lagi dari BPJPH, menerima dan memverifikasi dokumen hasil pemeriksaan dan pengujian LPH,” kata Sukoso saat dikonfirmasi, Jumat (2/10).
Setelah itu, dari MUI akan menyelenggarakan sidang fatwa halal dan menerbitkan keputusan penetapan kehalalan produk. Terakhir, lanjut dia, BPJPH akan menerbitkan sertifikat berdasarkan keputusan penetapan kehalalan produk yang ditetapkan MUI.
Adapun syarat permohonan sertifikasi halal adalah pemohon diharuskan mengisi formulir pendaftaran sesuai jenis usahanya yang tertera dalam halal.go.id/infopenting. “Lalu menyertakan Nomor Induk Berusaha (NIB) atau Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) serta aspek legal lainnya. Kemudian surat penetapan penyelia halal, daftar bahan dan produk dalam bentuk matrik, proses alur pembuatan produk, serta dokumen SJPH yang digunakan oleh LPH,” ujar dia.