REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Riba yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala merupakan salah satu dosa besar yang pasti berakibat buruk terhadap pribadi, masyarakat, dan ekonomi. Salah satu dampaknya yakni menciptakan kesenjangan sosial.
Dikutip dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi, Ekonom Jerman, DR Schacht Hjalmar yang pernah menjabat direktur bank Reichs pernah berujar dalam pidatonya di Syiria, "Berdasarkan hitungan matematika bahwa harta di dunia akan dikuasai oleh segelintir orang pemberi modal dalam bentuk riba, karena ia tidak akan pernah mengalami kerugian, dan sebaliknya si penerima pinjaman dihadapkan kepada kenyataan untung-rugi".
Kesenjangan sosial diberantas oleh Islam dengan penerapan zakat dan pelarangan riba. Karena Islam menginginkan harta yang merupakan karunia Allah selayaknya dinikmati oleh sebanyak mungkin umat manusia. Saat menjelaskan pembagian rampasan perang Allah menyebutkan hikmahnya yaitu: keadilan sosial di mana harta beredar di segenap lapisan umat. Allah berfirman,
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ
"Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk RasuI, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu" (Al Hasyr ayat 7).