Senin 19 Oct 2020 07:44 WIB

Mosul, Kota Indah di Muara Sungai Tigris dengan Sejarahnya

Mosul kota Indah di Muara sungai Tigris yang menderita

Sebuah bangunan kuna di Mosul.
Foto: google.com
Sebuah bangunan kuna di Mosul.

IHRAM.CO.ID, Mosul merupakan ibu kota Governorat Ninawa. Kota ini berada bermuara Sungai Trigis. Terletak 396 km dari utara Baghdad. Pada tahun 2002 kota ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.739.800 jiwa dan merupakan kota terbesar ketiga di Irak setelah Bagdhdad dan Basra.

Dan uniknya, selain Mosul merupakan wilayah warga Irak yang mayoritas Muslim bermahzab Syiah dan juga dihuni warga 'Kristen Timur' (Ortodhok) ternyata kota ini juga rumah bagi komunias Yahudi yang berkembang sampai konflik Arab-Israel dan pembentukan Israel pada tahun 1948. Sayangnya kota yang indah ini kini tampak menderita, karena selalu didera perang mulai dari perang Irak-iran pada 1980-an, perang karena penyerbuan AS ke Irak pada masa Sadam Hussein pada awal 1990-an, hingga porak poranda karena ada peperangan terkait soal ISIS yang terjadi beberapa waktu belakangan.

Sebelum mengungsi, populasi Yahudi di Irak pada tahun 1940-an diperkirakan mencapai 135.000."Populasi Baghdad diperkirakan 40 persen Yahudi pada saat itu, dan Mosul sekitar 10 persen", menurut sejarawan Irak, Mohammed.

Anak-anak dari emigran Yahudi Mosuli (Yahudi asal Mosul), yang sekarang tinggal di AS dan Inggris, kini banyak berbicara tentang  cerita dari orang tua mereka tentang kota Mosul yang “hampir seperti sebuah imajiner” atau layaknya mitos.

“Sebagai seorang anak saya dibesarkan dengan cerita dari Irak… Mosul itu adalah negeri yang sangat jauh, hampir imajiner,” kata Avinoam Shalem, seorang profesor seni Islam di Universitas Columbia, yang ayahnya berasal dari Mosul.

Ameen Mukdad plays the violin in Mosul, at the ISIS-destroyed shrine of the Prophet Jonah, a religious figure in Judaism, Christianity, and Islam. (Reuters)Keterangan foto: Seorang pria memainkan biola di tengah suasana kota Mosul yang porak poranda.

Kenangan kuliner Mosul

Cendekiawan Dena Attar, yang orang tuanya lahir di Mosul, berbicara tentang mendokumentasikan sejarah kota Yahudi - termasuk masakan tradisional - untuk departemen Kajian Ibrani dan Yahudi di University College London.

“Kamu juga tumbuh dengan memori makanan. Ayah saya biasa mengatakan bahwa di Mosul dalam cuaca yang sangat panas, mereka hanya akan makan roti dan cuka, dan itu akan menjadi makanan musim panas yang menyegarkan, ”kata Attar.

Beberapa peserta berkomentar tentang kelezatan makanan penutup tradisional Mosuli yang dikenal sebagai "mann al sama," permen Irak yang dibandingkan dengan kelezatan Turki.

Penasihat khusus PBB Karim Khan mengatakan acara itu "penting karena memori orang Yahudi di Mosul adalah memori kemanusiaan."

Mohammed mengatakan kepada Al Arabiya English bahwa beberapa peserta menghubunginya setelah percakapan untuk mengatakan mereka senang melihat orang lain yang tertarik dengan sejarah mereka.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement