IHRAM.CO.ID, YERUSALEM -- Malawi menjadi negara Afrika pertama yang membuka kedutaan besar di Yerusalem, mengikuti langkah serupa yang dilakukan Amerika Serikat (AS) dan Guatemala. Hal ini diumumkan Menteri Luar Negeri Israel Gabi Ashkenazi pada Selasa (3/11) waktu setempat, dilansir di Sputnik News, Rabu (4/11).
Malawi membuka kedutaan di Yerusalem yang dianggap Israel oleh sebagai ibu kota abadi dan tak terpisahkan. Meskipun komunitas internasional sendiri tidak mengakui klaim tersebut. Kedutaan Malawi itu berarti menjadi kedutaan ketiga yang dibuka di Yerusalem.
Menteri Luar Negeri Malawi, Eisenhower Mkaka menyatakan dalam pernyataan video yang dibagikan secara daring, bahwa pembukaan kedutaan besar ini merupakan langkah berani dan signifikan. Selain itu Menlu Israel Ashkenazi juga mengeluarkan cuitan di akun Twitternya, menyerukan negara lain untuk mengikuti langkah Malawi.
Pengumuman pembukaan kedutaan besar Malawi di Yerusalem muncul setelah adanya normalisasi hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab serta Bahrain, menyusul 'Kesepakatan Abraham' yang ditengahi AS yang ditandatangani di Gedung Putih pada September lalu.
Pada akhir Oktober, Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa Tel Aviv dan Sudan telah setuju untuk menormalisasi hubungan sebagai bagian dari rencana yang lebih luas. Hal ini diupayakan pemerintahan Trump untuk membangun aliansi di kawasan tersebut.
Sebelumnya, Republik Dominika dan Honduras menyatakan keinginannya untuk merelokasi kedutaan mereka ke Yerusalem. Dalam pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, disebutkan pula Serbia akan menjadi negara Eropa pertama yang membuka kedutaan besar di Yerusalem, pada Juli 2021.
Setelah UEA dan Bahrain, Sudan menjadi negara Arab kelima yang mengakui Israel, setelah Mesir dan Yordania di mana masing-masing melakukannya pada 1979 dan 1994. Tren relokasi kedutaan dimulai oleh Presiden AS Donald Trump pada Desember 2017, ketika Gedung Putih mengumumkan akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Kemudian AS memindahkan misi diplomatiknya dari Tel Aviv ke kota yang dinyatakan suci bagi tiga agama. Keputusan tersebut telah dikecam oleh otoritas Palestina dan beberapa negara lain, termasuk Turki.