IHRAM.CO.ID, JEDDAH -- Kelompok ekstremis ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan terhadap sebuah acara di pemakaman non-Muslim di Jeddah, Arab Saudi, Rabu (11/11). Serangan tersebut melukai dua orang yang ketika sedang menghadiri upacara peringatan Perang Dunia I.
Klaim ISIS dibuat dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan di kantor berita kelompok militan Amaq, menurut SITE Intelligence Group. Dalam pernyataan tersebut dikatakan milisi ISIS menanam alat peledak di pemakaman di kota Jeddah di saat para diplomat Eropa berkumpul.
"Bom itu memicu kepanikan saat tiba-tiba meledak, saat konsul Prancis menyampaikan pidato pada upacara tersebut," kata saksi mata, Nadia Chaaya, dilansir di The National News, Jumat (13/11).
Juru bicara kerajaan wilayah Makkah Sultan al-Dosari mengatakan sedang menyelidiki serangan tersebut. Ia menyebut serangan ini sebagai tindakan pengecut dan penuh dengan kegagalan.
"Otoritas keamanan telah meluncurkan penyelidikan atas serangan yang gagal dan pengecut yang terjadi saat Konsul Prancis menghadiri upacara di Kegubernuran Jeddah," katanya dilansir dari Al Arabiya, Kamis (12/11).
"Serangan itu mengakibatkan cedera ringan pada seorang pegawai konsulat Yunani dan seorang petugas keamanan Saudi. Investigasi sedang berlangsung," tambahnya.
Liga Muslim Dunia (MWL) mengecam serangan yang terjadi di sebuah pemakaman di Jeddah. Wadah organisasi yang mewakili kepentingan 1,8 miliar Muslim di dunia itu menekankan tidak ada pembenaran untuk serangan demikian.
MWL menyatakan, mereka membuat kesalahan kategoris jika mencoba menggunakan ajaran Islam yang mulia untuk menjelaskan seperti kekerasan tersebut. Islam membenci kekerasan dan penargetan terhadap orang yang tidak bersalah.
"Islam adalah agama yang mempromosikan kemitraan di antara orang-orang dari semua agama, latar belakang, kepercayaan, ras, dan etnis," demikian pernyataan MWL, dilansir di Saudi Gazette, Jumat.
Pengeboman terjadi kurang dari sebulan setelah seorang penjaga di konsulat Prancis di Jeddah ditusuk. Peristiwa itu diduga buntut dari pernyataan Presiden Prancis yang enggan menarik kartun Nabi Muhammad.
Kartun Nabi Muhammad dicetak oleh majalah satir Charlie Hebdo. Kartun tersebut diperlihatkan oleh guru sejarah Prancis, Samuel Paty kepada murid-muridnya di kelas sebagai materi tentang kebebasan berbicara.