Jumat 27 Nov 2020 08:35 WIB

Maradona, TV Merk Johnson, dan Hingga Kelu Endang Tirtana

kisah legenda Timnas Indonesia lawan Argentina zaman Maradona

Diego Maradona saat melawan timnas Indonesia U-19 di Piala Dunia U-20 1979.  Baca selengkapnya: https://www.indosport.com/sepakbola/20201126/diego-maradona-dan-indonesia-momen-langka-di-piala-dunia-u-20-1979.
Foto:

Laga kedua Maradona yang saya saksikan adalah final Piala Dunia Junior 1979. Kali ini saya dan kakak saya bertarun. Saya pegang Uni Soviet, kakak saya mengungguli Argentina dengan Maradona di dalamnya.

Untuk menjamin pasokan listrik, agar gambar tak mengecil, ayah saya beli aki baru sebagai cadangan. Aki lama masih digunakan. Layar hitam putih televisi merk Johnson dilapisi kaca tipis warna-warni.

Orang bilang itu mah bukan televisi berwarna, tapi tipi dengan layar bekelir. Masa bodo lah. Yang penting mata tak lagi disajikan hitam-putih, tapi ada warna-warna lain.

Laga Uni Soviet vs Argentina sangat menarik, karena mempertemukan dua mazhab sepakbola; Eropa dan Amerika Latin.

Namun ada satu yang tidak saya perhatikan saat itu, yaitu catatan pertandingan Uni Soviet untuk sampai ke final.

Uni Soviet mencapai final dengan cara tertatih-tatih. Dikalahkan Uruguay di babak penyisihan, menang tipis atas Polandia dan menang adu penalti lawan Paraguay.

Argentina memenangkan semua pertandingan untuk sampai ke final, dengan Maradona sebagai arsitek serangan. Tak heran jika pasar taruhan, dan sekujur publik sepakbola dunia, mengunggulkannya.

Stadion Nasional Tokyo sedemikian meriah. Sekitar rumah saya sepi, karena semua orang berada di rumah untuk nonton Maradona.

Dua mazhab sepakbola bertemu. Uni Soviet bermain dengan umpan-umpan panjang, dan hanya menempatkan striker Igor Ponomaryov sendirian di depan. Argentina memperagakan umpan-umpan pendek, skill tinggi setiap pemain, dan Maradona yang dengan mudah melewati dua atau tiga pemain sebelum melepas umpan.

Tidak ada gol di babak pertama. Di babak kedua, Ponomaryov membuka skor lewet gol tandukan ke gawang Argentina. Saya berteriak. Kakak saya senyum-senyum.

Setelah itu, laga berlangsung setengah lapangan. Uni Soviet tertekan hebat. Hugo Alves menyamakan kedudukan menit ke-68. Belum lagi Uni Soviet mampu memobilisasi tim, Ramon Diaz mencetak gol kedua, tiga menit setelah gol Alvez.

Lima menit kemudian, atau menit ke-76, Maradona mencetak gol ketiga. Kakak saya menari, seraya berteriak; "Tiga gol dalam delapan menit. Itu hanya bisa dilakukan tim 'para dewa'.Saya terduduk tanpa kata.

Uni Soviet mengalami demoralisasi. Yang bisa dilakukan adalah menahan Argentina tak mencetak gol-gol berikut sampai babak kedua usai.

Kami menyaksikan Argentina menerima trofi, dan berpesta, sebab layar televisi normal. Aki lama masih berguna membuat kami bahagia. Aki lama belum berguna.

Yang tidak kami sadari saat itu adalah sedang menyaksikan sejarah kelahiran seorang legenda bernama Diego Maradona.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement