IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama terus menjalankan layanan sertifikasi halal sejak 17 Oktober 2019. Tercatat, sedikitnya ada 10.517 pelaku usaha yang telah mengajukan permohonan sertifikasi halal untuk 20.034 produk.
Hal itu diungkapkan Kepala BPJPH, Sukoso, saat menjadi narasumber webinar Sharia Economic Event (SEE) bertema "Akselerasi Persiapan Halal Value Chain Berbasis Teknologi Digital guna Mendukung Indonesia sebagai Pusat Ekonomi Syari'ah Dunia". Kegiatan ini diadakan oleh UIN Raden Intan Lampung.
"Hingga hari ini, sudah ada 10.517 pelaku usaha yang antri untuk sertifikasi halal di BPJPH, dengan total 20.034 produk yang terdaftar. Ada yang masih dalam proses audit atau pemeriksaaan oleh Lembaga Pemeriksa Halal, dan sebagainya," ujar Sukoso dalam keterangan yang didapat Republika, Senin (30/11).
Dari data tersebut, Sukoso menyebut terdapat 4.000 produk yang sudah memiliki sertifikat halal dari 1.000 lebih pelaku usaha.
Jumlah tersebut disebut terus mengalami pertambahan mengingat layanan sertifikasi terus dijalankan setiap harinya. Proses pelaksanaan juga disebut semakin baik karena adannya kerja sama efektif dengan para stakeholder terkait.
"Sejak 17 Oktober 2019, kami mengawali pelaksanaan Undang-undang Jaminan Produk Halal (JPH) dengan melakukan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait. Dan alhamdulillah kondusif dan berjalan dengan baik," kata profesor di bidang biokimia itu.
Pelaksanaan JPH sendiri diatur bertahap. Periode 17 Oktober 2019 sampai 17 Oktober 2024, kewajiban sertifikasi halal diberlakukan untuk produk makanan dan minuman. Meski demikian, bagi produk selain makanan dan minuman yang sudah siap bersertifikasi halal, juga dapat melakukan proses sertifikasi.
Pelaksanaan JPH juga diatur dalam Undang-undang Cipta Kerja (Nomor 11 Tahun 2020). Melalui UU ini, pemerintah memberikan perhatian besar bagi pengembangan UMK di Indonesia.
Salah satunya, berupa kemudahan memperoleh sertifikasi halal dengan tidak meninggalkan aspek kehalalan produk. Sukoso menyebut, melalui Undang-undang tersebut pemerintah akan membebaskan biaya sertifikasi halal pelaku UMK dengan omset di bawah Rp 1 miliar pertahun.
Sebagai kekuatan ekonomi nasional, UMK dinilai harus semakin mampu bersaing, baik secara lokal maupun global, meski di tengah pandemi Covid-19. Terlebih, peluang produk halal Indonesia terbuka lebar, dan itu tentu tak boleh dilewatkan.
Karena itu, sinergi antar pihak akan mendorong berkembangnya produk halal UMK yang berimplikasi pada penguatan perekonomian nasional. Sukoso berharap perguruan tinggi ikut berperan aktif mendorong penyelenggaraan JPH, misalnya dengan mendirikan LPH.
"Silahkan UIN juga dapat mendirikan LPH, asalkan sudah memiliki auditor halal minimal tiga orang dan memenuhi persyaratan lainnya berdasarkan Undang-undang. Kami berharap agar LPH dapat berdiri di seluruh Indonesia untuk mendukung penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia," ujarnya.
Dengan penyelenggaraan JPH yang optimal dan berkembangnya produk halal di Indonesia, Sukoso mengatakan cita-cita Indonesia sebagai pusat halal dunia akan semakin mudah terwujud.
"Mari terus tingkatkan kesadaran halal masyarakat. Dan saya selalu tegaskan tagline kita yaitu mewujudkan Halal Indonesia untuk masyarakat dunia," kata dia.