IHRAM.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengumumkan 2020 tahun terpanas kedua dalam catatan setelah 2016. Lima data set menempatkan 2020 yang dipenuhi gelombang panas, kebakaran hutan, dan badai sebagai tahun terhangat sejak pencatatan suhu udara dunia dimulai tahun 1854.
"Tampaknya 2020 menjadi satu dari tiga tahun terpanas dalam catatan global," kata WMO, lembaga dibawah naungan PBB yang bermarkas di Jenewa Swiss.
Hal itu disampaikan dalam laporan State of the Global Climate in 2020 yang dirilis Rabu (2/12) kemarin. Dipicu suhu panas yang ekstrem, kebakaran hutan di Australia, Siberia dan Amerika Serikat tahun ini menyebarkan asap ke seluruh dunia.
Dalam pidatonya di Columbia University, New York, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan emisi gas efek rumah kaca yang harus disalahkan atas gelombang panas ini. Ia menegaskan harus ada kebijakan untuk mengatasi tantangan tersebut.
"Untuk sederhananya kondisi planet rusak, kemanusiaan sedang berperang melawan alam, ini bunuh diri," katanya.
Dalam laporannya, WMO mengatakan panas air laut yang mencapai rekornya menjadi salah satu tanda yang kurang terlihat. Lebih dari 80 persen laut di seluruh dunia mengalami gelombang panas maritim.
"2020, sayangnya telah menjadi tahun yang luar biasa bagi iklim kami," kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas.
Ia mendesak pemerintah di seluruh dunia berusaha lebih keras dalam upaya mengurangi emisi karbon. Bulan lalu, WMO mengatakan konsentrasi gas rumah kaca merangkak naik pada tahun 2019 dan semakin tinggi pada tahun ini walaupun emisi turun karena karantina nasional Covid-19.
Dalam laporan terbarunya WMO mengatakan pada Januari hingga Oktober tahun ini suhu udara dunia lebih tinggi 1,2 derajat Celsius dibandingkan suhu udara pada tahun 1850 hingga 1900. Sehingga, 2020 menjadi tahun terpanas dalam catatan setelah 2016.
Tahun yang panas biasanya diasosiasikan dengan El Niño, gelombang panas dari Samudra Pasifik. Namun, tahun ini bertepatan dengan La Niña yang seharusnya mendinginkan suhu udara. WMO akan mengkonfirmasi data ini pada Maret 2021.
Lima tahun yang lalu pemerintah di seluruh dunia menyepakati perjanjian Paris yang bertujuan untuk membatasi suhu udara global di angka 1,5 derajat Celsius. Para ilmuwan mengatakan di atas 1,5 Celsius maka Bumi akan mengalami bencana perubahan iklim.
WMO mengatakan walaupun tidak sama bila Bumi melewati ambang batas itu dalam jangka panjang. Tapi pada 2024, ada satu dari lima kemungkinan suhu udara dunia melewati batas itu untuk sementara.
Guterres mengatakan tahun lalu bencana alam terkait perubahan iklim menghabiskan dana 150 miliar dolar AS. Sementara itu polusi udara dan air menewaskan 9 juta orang setiap tahunnya.
Ia meminta pemimpin dunia untuk menyelaraskan keuangan global dengan perjanjian Paris, mengejar target emisi nol dan mendanai upaya adaptasi perubahan iklim.