IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah Arab Saudi kembali memulangkan 21 Tenaga Kerja Wanita (TKW) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja secara ilegal di Arab Saudi. Mereka bekerja secara ilegal di Arab Saudi karena menggunakan visa ziarah yang dikeluarkan oleh oknum pegawai Kedutaan Besar Saudi di Jakarta.
Atase Ketenagakerjaan di KJRI Jeddah Yusuf mengonfirmasi kepulangan 21 PMI ini yang telah ditelantarkan atau melarikan diri dari tempat kerjanya. Yusuf mengatakan para TKW atau pekerja migran ini sebetulnya dijebak oleh para calo agen TKI di Saudi.
"Mereka para calo agen TKI ini bekerja sama dengan oknum pegawai Kedubes Saudi di Jakarta, agar mengeluarkan visa ziarah untuk bekerja di Saudi. Padahal visa ziarah itu bukan peruntukkannya untuk kerja, sehingga mereka ilegal, tidak tercatat di BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia)," kata Yusuf kepada wartawan, Selasa (15/12).
Karena mereka ilegal, maka penempatannya pun tidak tercatat dan tidak bisa dijamin pengawasan mereka. Majikan mereka yang mengetahui pekerja rumah tangganya ilegal, seringkali memperlakukan mereka semena-mena.
Dia mengakui, penggunaan visa ziarah oleh PMI untuk bekerja di Saudi memang sering terjadi. "Karena tahu mereka ilegal mereka sering diperlakukan seenaknya, tidak jarang mereka disiksa. Ada yang kabur sehingga telantar di Saudi," ujar Yusuf.
Ia mengakui ke 21 TKW yang dipulangkan ini hanya beberapa pekerja migran Indonesia yang masih terlantar di Saudi dan KJRI. Sampai saat ini masih cukup banyak PMI yang telantar di KJRI namun tidak bisa dipulangkan karena ada persoalan administrasi yang mengganjalnya.
Padahal, kata dia, untuk mendapatkan visa ziarah dari Kedubes Saudi melalui jalur resmi sangatlah susah dan ketat. Apalagi di kala pandemi saat ini. Namun karena ada permainan di dalam, oknum pegawai di Kedubes Saudi dan calo agen TKI visa ziarah itu mudah didapat.
"Mereka calo agen ini mengiming-imingi orang daerah bisa bekerja di Saudi dengan cara ilegal. Bahkan ada yang dijanjikan uang Rp 5-10 juta kalau mau berangkat," ungkap dia.
Yusuf mengingatkan khususnya kepada warga Indonesia yang dari daerah, jangan tergiur dengan iming-iming calo agen yang bisa mempekerjakan ke Saudi. Visa kerja resmi ke Saudi sebagai pembantu rumah tangga dihentikan sementara sejak 2011.
Konsul Jenderal RI Jeddah, Eko Hartono, menyesalkan ulah sejumlah pihak yang nekad memberangkatkan WNI untuk bekerja sebagai ART di Arab Saudi dengan visa ziarah. Pasalnya, WNI tersebut tidak dilindungi dengan perjanjian kerja dan dokumen pendukung yang semestinya, sehingga menyulitkan Perwakilan RI untuk memberikan pembelaan hukum jika terjadi wanprestasi.
Konjen Eko menegaskan pada setiap pertemuan dengan warga, khusus untuk pekerjaan sektor domestik, pemerintah hingga saat ini masih berpegang pada kebijakan yang berlaku, yaitu moratorium pengiriman tenaga kerja untuk sektor domestik.
Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN), Eva Trisiana menjelaskan, saat ini Indonesia masih memberlakukan Kepmenaker Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada Pengguna Perseorangan di Negara Kawasan Timur Tengah. "Sehingga, proses penempatan calon pekerja migran ini melanggar Kepmenaker Nomor 260," kata Eva.
Dengan pemulangan kembali pekerja migran ini, Eva mengimbau masyarakat untuk tidak gampang tergiur dengan iming-iming gaji tinggi di luar negeri. Masyarakat harus benar-benar memahami alur dan tata cara bekerja ke luar negeri yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Kami berharap, masyarakat tidak mudah tergiur bujuk rayu sponsor atau calo yang menawarkan kemudahan proses dan gaji yang tinggi," ujar Eva.