IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Pakar Tafsir Alquran, Prof. M. Quraish Shihab mengatakan kafir bisa dilihat dari segi bahasa dan agama. Dari segi bahasa, kafir terambil dari kata kafara yang berarti menutup. Itu sebabnya petani yang mengambil benih dan menanamnya ke tanah baru lalu menutupnya dinamai kafir dari segi bahasa. Allah menutupi dosa para hamba-Nya, mensyariatkan atau membatalkan sanksi dari suatu pelanggaran dengan berkata kafara, yang artinya menutup dosanya.
Sedangkan kafir dalam segi agama memiliki makna bermacam-macam. Pertama, kafir yaitu seseorang menutupi kebenaran tentang keEsaan Allah padahal dia mengetahuinya. Kedua, kafir merupakan seseorang yang menutupi kebenaran karena dia tidak memiliki informasi yang cukup. Ada pula kafir yaitu seseorang yang percaya Allah dan ajaran Islam tapi tidak melaksanakannya sehingga dia menutupi pelaksanaannya.
“Bahkan mereka yang kikir pun karena menutupi hartanya dengan kekikiranya itu juga dinamai kafir. Jadi banyak arti kafir, yang buruk itu mencap seseorang dengan kekufuran sebelum terkumpul hampir semua bukti tentang kekufurannya,” kata Quraish Shihab dalam video bertajuk Shihab & Shihab episode 20 Kafir di kanal Youtube Najwa Shihab.
Lebih lanjut, dia mengatakan, Imam Ghazali mengingatkan jika ada satu orang melakukan pelanggaran agama dan sudah terbukti 99 persen dia melanggar agama, jangan dahulu dicap kafir sebelum pelanggarannya sempurna mencapai 100 persen. Ini menandakan bahwa sangat berat untuk mencap seseorang kafir.
Rasulullah bersabda, “Janganlah seseorang menuduh orang lain dengan tuduhan fasik dan jangan pula menuduhnya dengan tuduhan kafir, karena tuduhan itu akan kembali kepada dirinya sendiri jika orang lain tersebut tidak sebagaimana yang dia tuduhkan,” (HR Bukhari).
Quraish menjelaskan dalam hukum pun ada yang dinamai kafir dzimmi, mereka yang berada dalam lindungan negara. Dalam beberapa hadits pun dikatakan agar tidak memusuhi para kafir dzimmi.
“Dalam Alquran pun bahkan menyatakan kalau ada seorang musyrik yang datang meminta perlindungan kepada kamu, lindungi dia agar dia bisa mendengar ayat-ayat Allah. Setelah dia mau, terimalah dia. Kalau dia tidak mau dan meninggalkanmu, antar dia ke tempat tujuannya sampai dia merasa aman. Jadi tidak ada istilah kafir dapat ditipu, dianiaya, disiksa, atau dibunuh,” ujar dia.
Allah memberi kesempatan setiap orang untuk meneganut apa yang dipercayainya. Allah memberi kebebasan nurani kepada setiap orang. Dalam surat Al-Kahfi ayat 29 berbunyi :
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكُمْۗ فَمَنْ شَاۤءَ فَلْيُؤْمِنْ وَّمَنْ شَاۤءَ فَلْيَكْفُرْۚ
Wa qulil-ḥaqqu mir rabbikum, fa man syā`a falyu`miw wa man syā`a falyakfur. “Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir...”
Allah juga berfirman dalam surat Al-Mumtahanah ayat 8 :
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
Lā yan-hākumullāhu \'anillażīna lam yuqātilụkum fid-dīni wa lam yukhrijụkum min diyārikum an tabarrụhum wa tuqsiṭū ilaihim, innallāha yuḥibbul-muqsiṭīn. “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
“Jadi, mereka, orang-orang yang tinggal di negeri kita, tamu dari luar adalah saudara-saudara kita satu kemanusiaan walaupun tidak seagama,” tutup Quraish Shihab.