IHRAM.CO.ID, WASHINGTON --- Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) didesak Komunitas Muslim Amerika Serikat untuk ikut bersuara tentang penahanan masal yang terjadi pada Muslim Uighur di Cina. Mereka mengkritik OKI yang hingga saat ini masih bungkam terkait kasus tersebut.
OKI yang terdiri dari 57 negara mayoritas Muslim sering menangani kasus-kasus yang melibatkan Muslim seperti penganiayaan terhadap Muslim, mengkritik kebijakan Israel, masalah Pakistan dan India serta lainnya. Namun OKI belum bersuara terkait kasus yang terjadi di wilayah Barat Xinjiang, Cina.
Koalisi Organisasi Muslim Amerika Serikat termasuk Dewan Hubungan Amerika-Islam menuding negara-negara anggota OKI takut dengan kekuatan Cina.
"Sangat jelas bahwa Cina memiliki cengkeraman ekonomi di dunia Muslim dan telah mampu mengisolasi setiap negara Muslim ke dalam ketakutan bahkan memberikan basa-basi untuk perjuangan Uighur. Sementara beberapa negara Muslim akan memberikan basa-basi untuk tujuan seperti Palestina. Tentang masalah Uighur mereka terus membantu dalam terjadinya penindasan terlebih dengan menolak pencari suaka," kata Omar Sulieman, seorang sarjana Muslim Amerika dan aktivis hak asasi Manusia seperti dilansir Alaraby.co.uk pada Jumat (18/12).
Juru kampanye Uighur-Amerika, Rushan Abbas memperingatkan bahwa negara-negara dapat melihat ekspor kebijakan yang menargetkan Muslim ketika Cina mengejar inisiatif pembangunan infrastruktur Belt and Road yang besar.
"Cina memiliki rekam jejak dalam membeli dan menindas. Genosida orang Uighur bukanlah masalah internal China, tetapi masalah kemanusiaan," kata Abbas.
Amerika Serikat, yang tengah mengalami peningkatan persaingan dengan Cina menyamakan perlakuan terhadap Uighur dengan tindakan Nazi Jerman. Mereka pun menyuarakan kekecewaan karena OKI karena belum angkat bicara.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan adalah pemimpin langka dari dunia Islam yang mengkritik China, sementara Malaysia mengatakan tidak akan mengekstradisi orang Uighur. Cina menggambarkan kamp-kamp itu sebagai pusat pelatihan kejuruan dan mengatakan bahwa, seperti negara-negara Barat, mereka berupaya mengurangi daya tarik ekstremisme Islam.