IHRAM.CO.ID, JAKARTA— Hari mahsyar atau digiringnya umat manusia di Padang Mahsyar adalah hari yang sangat berat. Saat itu orang-orang berlarian kesana-kemari dalam keadaan susah. Hari itu adalah hari yang sangat keras.
Syekh Maulana Muhammad Zakarriya Al-Kandahlawi mengatakan, bahwa Padang Arafah adalah gambaran yang persis dengan gambaran padang Mahsyar. Mereka berkumpul di padang yang gersang di bawah terik matahari dalam keadaan mengharap rahmat Allah SWT dan takut akan dosa dosanya.
"Menurut pendapat saya, perkara yang patut direnungkan di Padang Arafah adalah janji yang telah diambil dengan firman-Nya pada zaman azali," katanya Maulana Zakarriya dalam kitabnya Fadhilah Haji.
Ketika itu manusia masih dalam arwah alam Allah SWT, telah bertanya kepada semua ruh. "Bukankah Aku ini Tuhan kalian?
Semua menjawab dengan serentak, "Benar, Engkau adalah Rabb kami."
Di dalam Kitab Miskat terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad yang menyebutkan bahwa perjanjian ini terjadi di Padang Arafah. Maka waktu dan tempat ini adalah waktu untuk mengingat akan janji yang telah kita ikrarkan dengan cara apa kita telah menyempurnakan janji itu.
Setelah itu, mengenai perkumpulan-perkumpulan di Muzdalifah Mina dan sebagiannya, Imam Ghazali, berkata, "Berdesak-desakannya orang-orang ramainya orang-orang, berbedanya bahasa, berbedanya suara dan berjalan yang setiap orang dibelakang pemimpinnya di tempat-tempat itu mengingatkan akan pemandangan berjalannya setiap orang dibelakang nabi dan pemimpin masing-masing pada hari kiamat."
Dan berlarinya setiap orang di alam yang penuh kesusahan dan ketakutan, kadang berlari kesana dan kadang kemarin. Di tempat-tempat ini hendaknya, kata Maulana Zakariya setiap orang selalu merendahkan diri dan banyak menangis karena itu akan berguna di alam akhirat. "Inilah rangkaian haji secara ringkas yang perbaharui ingatan mengenai pemandangan pemandangan di akhirat," katanya.