IHRAM.CO.ID,SLEMAN -- Kehidupan bermasyarakat hendaknya dilandasi toleransi sebagai wujud menghargai keragaman manusia. Pendidikan bisa menjadi jembatan perbedaan agar tercipta keberagamaan yang menimbulkan sikap saling menghormati dan menghargai.
Dosen Prodi Pendidikan Keagamaan Katholik Universitas Sanata Dharma, Romo Alexander Hendra Dwi mengatakan, pendidikan agama perlu integrasikan dua elemen. Kesadaran pluralitas agama dan budaya, serta tanggap perubahan zaman.
Perlu pengetahuan dan pembelajaran kritis tentang agama-agama dalam masyarakat. Hasil penelitiannya ke tiga kampus katholik dapati pendidikan agama menekankan pembentukan iman sebagai jembatan dalam perjumpaan antar umat beragama.
Sedangkan, pendidikan antar agama tekankan wawasan beragama sebagai titik pijak hidup beriman yang kritis dan terbuka. Pertanyaan tentang keagamaan menekankan kepada peran agama dalam menjawab tantangan eksistensial individu dan sosial.
"Memahami religious literacy berupa pengetahuan agama secara umum kurangi rasa sensitif terhadap pemeluk agama lain," kata Alexander dalam seminar nasional yang digelar Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Indonesia (UII).
Dosen Pendidikan Kristiani Universitas Kristen Duta Wacana, Pendeta Tabita Kartika Christiani menuturkan, dinamika pendidikan agama terdiri dari tiga unsur. Ada etika, dogma dan identitas, dengan etika jadi yang paling kuat.
Lalu, isu-isu keagamaan masa kini jadi yang paling banyak dibahas di pendidikan agama. Sedikit sekali unsur dogma yang diberikan di lingkungan yang homogen dan bagi terafiliasi agama lebih menekankan etika kehidupan bersama di masyarakat.
"Pendidikan agama yang inklusif dan moderat harus menonjolkan pendidikan multi kultural, teologi agama-agama, pendidikan agama masing-masing, dan kehadiran generasi z. Empat ini harus dipertimbangkan dan didialogkan bersama," ujar Tabita.
Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam UII, Ustaz Supriyanto Abdi menekankan, ada perubahan artikulasi dan ekspresi keberagamaan di tengah masyarakat Indonesia. Perubahan itu seakan menunjukkan terjadi perubahan wajah beragama di Indonesia.
Beberapa waktu terakhir, ada fermentasi otoritas keagamaan lantaran perubahan suasana sosial politik. Fermentasi otoritas keagamaan makin diperuntukkan dalam kontekstasi tafsir agama yang makin tajam di ruang maya seperti media sosial.
"Saya kira itu menyadarkan kita moderasi beragama merupakan satu jalan, satu arah, yang memang harus kita tempuh," kata Supriyanto.
Dalam moderasi beragama harus dikembangkan desain pembelajaran atau pendidikan keagamaan yang dapat mengembangkan dan memperkuat multiple literacy atau multi literacy. Tujuannya, tidak lain memperluas cara pandang.
Pengembangkan literasi keberagamaan dan kemanusiaan dipakai untuk melihat agama lebih dalam dan kaya dari berbagai literatur. Dalam konteks perguruan tinggi agama diajarkan atau diajak untuk bertemu dengan agama lain secara intelektual dan secara akademik.
"Belajar pengetahuan dasar tentang agama-agama bisa memunculkan sikap yang lebih apresiatif atas perbedaan literatur keagamaan, kekayaan tafsir keagamaan," ujar Supriyanto.