IHRAM.CO.ID, ISTANBUL -- Turki telah mengubah keseimbangan regional dengan langkah-langkah diplomatik dan militernya di Mediterania Timur dan Libya pada 2020. "Yunani, Prancis, dan pemerintah Siprus Yunani telah mencoba, tetapi gagal memenjarakan Turki di Mediterania," kata Profesor Ferhat Pirincci dari Universitas Uludag, di provinsi Bursa barat laut, kepada Anadolu Agency, Kamis (31/12).
Ketegangan di Mediterania Timur dimulai ketika pemerintahan Siprus Yunani membuat beberapa perjanjian internasional yang mengabaikan hak Republik Turki Siprus Utara (TRNC) untuk bekerja pada ekstraksi sumber daya alam di sekitar pulau.
Perusahaan-perusahaan Barat, didukung oleh pemerintah mereka, memulai kegiatan eksplorasi dan pengeboran gas alam melalui perjanjian dengan Yunani. Ketika ladang gas alam besar ditemukan di Mediterania Timur, pemerintah Yunani menandatangani perjanjian Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) satu demi satu.
Terlepas dari peringatan Turki dan Republik Turki Siprus Utara, otoritas Mesir, Yunani, pemerintahan Siprus Yunani dan Israel membentuk Forum Gas Mediterania Timur di Kairo dan mencoba meninggalkan Libya, Lebanon, dan Turki.
Namun, Turki dan Libya yang mencapai kesepakatan mengenai batas maritim di Laut Mediterania pada 27 November 2019 mengubah rencana tersebut. Pirincci mencatat kebijakan luar negeri Turki menghadapi tantangan pada 2020, tetapi berhasil mengambil tindakan tegas. Perjanjian yang ditandatangani dengan Libya memberikan ruang bagi kebijakan Turki di Mediterania timur.
Pada saat yang sama, Mediterania Timur merupakan elemen yang mendukung strategi keamanan Turki di Timur Tengah dan kebijakan global, dan masalah tersebut tidak hanya terbatas pada masalah Libya atau Mediterania, katanya.
Pirincci mengatakan ini adalah tindakan yang mempengaruhi Timur Tengah dan keseimbangan kekuatan global. Hal ini mencerminkan keberhasilan Turki pada tahun 2020. Turki akan semakin memperkuat kehadirannya di Mediterania Timur
Profesor Suleyman Kiziltoprak dari Departemen Sejarah, Universitas Mimar Sinan di Istanbul mengatakan Turki menggunakan semua haknya sesuai dengan hukum internasional. Kiziltoprak menyatakan masyarakat internasional harus fokus pada mengapa negara-negara imperialis seperti Amerika Serikat (AS), Rusia, Prancis dan Italia berada di Libya, ketimbang mempertanyakan kehadiran Turki di Libya.
Kiziltoprak mempertanyakan prinsip apa yang digunakan oleh Uni Emirate Arab (UEA), Mesir, dan Arab Saudi untuk mendukung jenderal pemberontak Haftar yang telah mengganggu persatuan dan integritas Libya?
Dia mengatakan hubungan Turki dengan Libya juga signifikan karena Turki juga melindungi hak-haknya di Mediterania, Laut Aegea, dan pulau Siprus. Yunani dan pemerintahan Siprus Yunani yang tidak dapat berperang sendirian dengan Turki, membuatnya harus mencari dukungan Israel, Prancis dan Mesir untuk mendistribusikan bagiannya di wilayah tersebut, kata Profesor Ata Atun dari Universitas Sains Siprus.
Atun mengatakan kebijakan Turki di Mediterania Timur dibentuk setelah munculnya kepentingan negara-negara yang bukan berasal dari kawasan Mediterania Timur, adanya masalah Siprus selama 60 tahun terakhir, serta adanya tuntutan dan ancaman Yunani terhadap keamanan regional.
Atun memperkirakan, pada 2021 Turki akan semakin memperkuat kehadirannya di Mediterania Timur. Turki akan mencegah negara lain beroperasi di dalam perbatasannya dengan menetapkan batas landas kontinen dan zona ekonomi eksklusifnya, dan akan menjamin batas yurisdiksi mereka. Dia mengatakan Turki akan melanjutkan eksplorasi minyak dan gas alam dengan aktivitas seismik dan pengeboran di wilayah landas kontinennya.