Jumat 01 Jan 2021 22:48 WIB

Epidemiolog UGM: Pembatasan Mobilitas dari Luar Negeri Tepat

Pembatasan mobilitas bisa dilakukan tanpa penutupan total.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Dua warga negara asing (WNA) berjalan untuk mengikuti proses karantina setibanya di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Dua warga negara asing (WNA) berjalan untuk mengikuti proses karantina setibanya di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten.

IHRAM.CO.ID,SLEMAN -- Epidemiolog UGM, Bayu Satria menilai, pembatasan mobilitas dari luar negeri langkah baik mencegah penularan dari warga negara asing. Pemerintah menutup sementara perjalanan WNA ke Indonesia dari 1-4 Januari 2020.

"Itu salah satu langkah yang bagus untuk mencegah penularan dari WNA terutama Inggris, Eropa, dan Afrika Selatan yang diduga sudah beredar mutasi Covid-19 yang baru," kata Bayu, Jumat (1/1).

Tapi, ia merasa, pembatasan mobilitas bisa dilakukan tanpa penutupan total. Ketentuan dalam adendum SE Satgas Penanganan Covid-19 yang sudah berlaku diharapkan cukup menjadi skrining terhadap mereka yang beresiko menularkan.

Ketentuan ini wajibkan mereka yang tiba menunjukkan hasil negatif lewat tes RT–PCR negara asal. Berlaku maksimal 2×24 jam sebelum jam keberangkatan dan dilampirkan saat pemeriksaan kesehatan atau e-HAC Internasional Indonesia.

Selain itu, saat kedatangan di Indonesia mereka wajib melakukan pemeriksaan ulang RT-PCR. Bila menunjukkan hasil negatif, maka WNA melakukan karantina wajib selama lima hari terhitung sejak tanggal kedatangan.

Usai karantina lima hari dilakukan pemeriksaan RT-PCR lagi dan bila negatif pengunjung diperkenankan meneruskan perjalanan. Jadi, tidak harus penutupan total, asalkan pembatasan karantina lima hari dan PCR di awal dan akhir.

"Bentuk pembatasan seperti ini perlu dilakukan tidak hanya beberapa pekan, namun seterusnya setidaknya hingga tren kasus Covid-19 negara-negara yang disebutkan mengalami penurunan," ujar Bayu.

Soal strain baru covid-19, Bayu menekankan, mutasi yang terjadi memang diduga menyebabkan peningkatan kemampuan transmisi. Karenanya, jika strain ini masuk diduga akan mampu tingkatkan penyebaran Covid-19 di Indonesia.

Meski begitu, ia menuturkan, metode transmisi dalam strain virus ini tetap sama seperti yang berkembang sebelumnya. Sehingga, cara penanganan relatif sama walaupun memang jadi lebih cepat lagi penyebarannya. "Namun, karena pencegahannya sama selama masyarakat tetap disiplin 3M, maka akan aman," kata Bayu.

Melihat jumlah kasus di Indonesia yang terbilang cukup tinggi dan potensi penyebaran yang semakin masif, ia berharap pemerintah memikirkan ulang sejumlah kebijakan. Seperti rencana pembukaan sekolah semester mendatang.

"Tidak hanya karena mutasi, tapi memang sejumlah kebijakan perlu dipikirkan ulang karena kondisi yang sedang tinggi-tingginya," ujar Bayu.

Terlebih, selama libur akhir tahun ketika tidak ada pencegahan cukup besar seperti PSBB tingkat daerah atau pembatasan kerumunan. Bayu memperkirakan, dalam 10-14 hari setelah liburan akan terlihat peningkatan kasus. "Bisa jadi kita akan melihat kasus harian menyentuh 8-9 ribu," kata Bayu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement