IHRAM.CO.ID, KARACHI -- Penasihat Perdana Menteri untuk Reformasi & Penghematan Kelembagaan, Dr Ishrat Husain, menyoroti fakta 80 persen pasar halal dipegang oleh negara-negara non-OKI. Ia juga sedang menyelidiki alasan mengapa Pakistan tertinggal dalam pasar halal.
Hal tersebut ia sampaikan saat memberikan sambutan pada peluncuran State of the Global Islamic Economy Report (SGIE) 2020/21, dengan tema 'Berkembang dalam Ketidakpastian'. Acara ini diselenggarakan oleh Institut Bisnis Administrasi (IBA) Karachi Center for Excellence in Islamic Finance (CEIF).
Adapun kegiatan peluncuran ini diadakan atas kerja sama dengan Halal Development Council (HDC) Pakistan, serta bekerja sama dengan Dinar Standard, sebuah firma penasehat dan penelitian yang berbasis di AS.
Para tamu dan pembicara pada acara tersebut antara lain Direktur Eksekutif (ED) IBA Dr. S Akbar Zaidi, CEO Halal Development Council (HDC) Pakistan AsadSajjad, CEO Dubai Islamic Economy Development Center (DIEDC), Abdulla Mohammed Al Awar dan CEO, serta dan Direktur Pelaksana Dinar Standard Rafi-uddinShikoh.
Lebih lanjut, Dr Ishrat menjelaskan Pakistan dan negara-negara Muslim lainnya dapat menjadi pemain utama dalam industri bernilai dua triliun dolar ini. Dia mengatakan secara global, makanan halal, obat-obatan, hingga kosmetik memiliki nilai ekspor 255 miliar dolar AS.
Pasar halal disebut dapat memberi para eksportir Pakistan peluang yang luar biasa untuk dimanfaatkan. “Saat ini, ekspor kita di segmen halal ini baru 2,6 miliar dolar AS (perkiraan tahun 2019), yang berarti hanya 1 persen dari peluang ini. Dengan fokus strategis di pasar ekspor, tentunya ekspor kita bisa meningkat,” kata dia dilansir di Pakistan Observer, Senin (4/1).
Di masa yang tidak pasti ini, di tengah pandemi Covid-19, ia menyebut ekonomi Islam dengan ekosistem yang etis dan transparansinya, tetap menjadi pilar kekuatan dan jaminan masa depan yang lebih baik.
Sebuah laporan internasional memperkirakan Muslim di seluruh dunia menghabiskan 2,02 triliun dolar AS pada 2019, untuk hal-hal yang berhubungan dengan gaya hidup halal. Beberapa yang menjadi konsumsi yaitu makanan, farmasi, kosmetik, pakaian sederhana atau Muslim, perjalanan wisata, serta sektor media.
Laporan tersebut juga mengungkapkan pengeluaran ini mencerminkan pertumbuhan 3,2 persen dari tahun-ke-tahun, Meski demikian, pengeluaran Muslim pada tahun 2020 diperkirakan akan turun sebesar 8 persen karena dampak pandemi.
Namun, pengeluaran yang tidak termasuk perjalanan, diperkirakan akan pulih pada akhir 2021. Ditargetkan pengeluaran mencapai 2,3 triliun dolar AS pada 2024, dengan tingkat pertumbuhan tahunan kumulatif (CAGR) 3,1 persen.